Powered By Blogger

Sabtu, 09 Oktober 2010

ASKEP PADA KLIEN DENGAN ERITRODERMA

A. Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema di seluruh tubuh atau hamper seluruh tubuh, biasanya disertai skuama.
Eritroderma adalah kemerahan yang abnormal pada kulit yang menyebar luas ke daerah-daerah tubuh (kamus saku kedokteran, Dorland).
Eritroderma, dimana seluruh badan kalihatan kemerahan (eritema), berasa kasekitan, kegatalan dan bersisik halus (http://aslimtaslim.com).
Eritroderma ditandai dengan warna kulit yang kemerahan dan bias mengakibatkan pasien menggigil kedinginan karena banyak kehilangan kalori yang dilepaskan lewat lesi. Eritroderma dan dermatitis exfoliative biasanya dipakai untuk menjelaskan penyakityang sama dalam literature. Eritroderma dijelaskan sebagai dilatasi yang menyebar dari pembuluh darah kutaneus. Apabila proses inflamasi disertai dengan eritroderma secara subtansial akan meningkatkan proliferasi sel epidermal dan mengurangi waktu transit sel melalui epidermis yang bisa menimbulkan sisik bertanda (http://www.emedicine.com)

B. Etiologi
Penyebab yang umum adalah faktor-faktor genetik, akibat pengobatan dengan medikamentosa tertentu dan infeksi. Penyakit ini bisa juga merupakan akibat lanjut (sekunder) dari psoriasis, eksema, dermatitis seboroik, dermatitis kontak, dermatitis atopik, pitiriasis rubra pilaris, dan limfoma maligna. (FK UGM, Yogyakarta).Eritroderma bisa muncul akibat berbagai penyebab, yang paling sering lanjutan dari tahap dini suatu gangguan kulit. Eritroderma juga bisa disebabkan oleh suatu efek samping dari reaksi obat-obatan. Walau bagaimanapun, sebanyak 30% dari semua kasus eritroderma yang dilaporkan, tidak ada penyebab yang jelas ditemukan. Ini yang dinamakan eritroderma idiopatik.
penyebab-penyebab yang paling sering ditemukan pada tahap awal suatu gangguan kulit yang menyebabkan eritroderma ialah :
Dermatitis terutama dermatitis atopik, dermatitis kontak (alergi atau iritan) dan dermatitis stasis (gravitational eczema) dan pada bayi, dermatitis seborrhoiec. Psoriasis ,Pityriasis rubra pilaris, Penyakit-penyakit blister termasuk pemphigug dan pemphigoid bullosa, Limfoma sel-T kutaneus (Sezary syndrome)Eritroderma juga bisa merupakan simtom atau gejala dari penyakit sistemik seperti : Keganasan interna seperti karsinoma rectum, paru-paru, tuba fallopi, dan kolon. Keganasan hematology seperti limfomabdan leukaemia Penyakit Graf Vs Host Infeksi HIV

C. Manifestasi klinis
Keadaan ini mulai terjadi secara akut sebagai erupsi terjadi bercak-bercak atau eritematous yang menyeluruh disertai gejala panas, rasa tidak enak badan dan kadang-kadang gejala gastrointestinal. Warna kulit berubah dari merah muda menjadi merah gelap. Sesudah satu minggu dimulai gejala eksfoliasi (pembentukan skuama) yang khas dan biasanya dalam bentuk serpihan kulit yang halus yang meninggalkan kulit yang licin serta berwarna merah dibawahnya : gejala ini disertai dengan pembentukan sisik yang baru ketika sisik yang lama terlepas. Kerontokan rambut dapat menyertai kelainan ini eksaserbasi sering terjadi. Efek sistemiknya mencakup gagal jantung kongestif high-output, gangguan intestinal, pembesaran payudara, kenaikan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) dan gangguan temperature.Peningkatan perfusi darah kulit muncul pada eritroderma yang menyebabkan disregulasi temperature (menyebabkan kehilangan pabas dan hipotermia) dan kegagalan output jantung. Kadar metabolic basal meningkat sebagai kompensasi dari kehilangan suhu tubuh.Epidermis yang matur secara cepat kegagalan kulit untuk menghasilkan barier permeabilitas efektif di stratum korneum. Ini akan menyebabkan kehilangan cairan transepidermal yang berlebihan. Normalnya kehilangan cairan dari kulit diperkirakan 400 ml setiap hari dengan dua pertiga dari hilangnya cairan ini dari proses transpirasi epidermis manakala sepertiga lagi dari perspirasi basal. Kekurangan barier pada eritroderma ini menyebabkan peningkatan kehilangan cairan ekstrarenal. Kehilangan cairan transepidermal sangat tinggi ketika proses pembentukan sisik (scaling) memuncak dan menurun 5-6 hari sebelum sisik menghancur.Hilangnya sisik eksfoliatif yang bias mencapai 20-30 gr/hari memicu kapada timbul kaedaan hipoalbuminemia yang biasa dijumpai pada dermatitis exfoliatifa. Hipoalbiminemia muncul akibat menurunnya sintesis atau meningkatnya metabolisme albumin. Edema biasanya paling sering ditemukan, biasanya akibat peralihan cairan ke ekstrasel. Respon imun mungkin bias berubah, sering adanya peningkatan gammaglobulin, peningkatan serum IgE pada beberapa kasus, dan CD4+ sel-T limfositopenia pada infeksi HIV.Penyakit eritroderma dapat disertai dengan / tanpa rasa gatal. Kulit dapat membaik seperti kuli normal lainnya setelah warna kemerahan, putih atau kehitaman bekas psoriasis bernanah (psoriasis postulosa) dan seluruh kulit akan menjadi merah disertai badan menggigil. Penyakit-penyakit yang diduga menyebabkan timbulnya eritroderma yaitu : PsoriasisMerupakan penyakit kronik, residif yang ditandai dengan adanya plak eritematous, berbatas tegas dengan skuama berlapis-lapis berwarna putih keperakan dan biasanya idiopatik. Penyakit ini bias mengenai siku, lutut, kulit kepala, dan region lumbosakral. Fenomena Koebner (yakni munculnya lesi-lesi baru akibat trauma fisis disekitar lesi lama) biasanya positif, tanda Auspitz (adanya bercak kemerahan akibat terkelupasnya skuama yang ada) juga positif, fenomena tetesan lilin (bila ada skuama digaruk, maka timbul warna putih keruh seperti tetesan lilin) positif. Bila tidak ada tanda-tanda tersebut, kausa psoriasis bias disingkirkan. Pitiriasis rubra pilarisMerupakan penyakit eritroskuamosa yang menyerupai psoriasis dan dermatitis seboroik, dengan penyebab idiopatik. Perbedaannya terutama pada orientasi lesi yang folikuler, dengan erupsi yang relative lebih coklat disbanding psoriasis dan dermatitis seboroik. Pitiriasis seboroik jarang atau tak pernah mengenai kulit kepala. Dermatitis seboroik merupakan dermatitis yang terjadi pada daerah seboroik (daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea / lemak), seperti batok kepala, alis, kelopak mata, lekukan nasolabial, dengan kelainan kulit berupa lesi dengan batas tak teratur, dasar kemerahan, tertutup skuama agak kuning dan berminyak.
Dermatitis kontak alergiMerupakan dermatitis yang terjadisetelah adanya kontak dengan suatu bahan, secara imunologis. Reaksi ini termasuk reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Wujud kelainan kulit bias berupa eritem/edema/vesikel yang bergerombol atau vesikel yang membasah, disertai rasa gatal. Bila kontak berjalan terus, maka dermatitis ini dapat menjalar ke daerah sekitarnya dan keseluruh tubuh.
Dermatitis fotokontak alergiMerupakan dermatitis yang terjadi setelah adanya kontak dengan suatu bahan, secara imunologis. Reaksi ini termasuk reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Wujud kelainan kulit bias berupa eritem/edema/vesikel yang bergerombol atau vesikel yang membasah, disertai rasa gatal. Bila kontak berjalan terus, maka dermatitis ini dapat menjalar ke daerah sekitarnya dan keseluruh tubuh.
Dermatitis atopikWujud kelainan berupa papula

D. Patofisioligi
1. Gambaran histologisBerdasarkan penyebabnya eritroderma dibagi menjadi 4 bagian :
a. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemikBanyak obat yang bisa menyebabkan alergi, tetapi yang sering ialah : penisilin dan derivatnya (ampisilin, amoxilin, kloksasilin), sulfonamid, golongan analgesic antipiretik (misalnya asam salisilat, metamisol, parasetamol, fenibutason, piramidon) dan tetrasiklin, termasuk jamu.Alergi obat-obatan bias memaparkan eosinofil diantara infiltrate eosinofil, Mikosis fungoides/sezary syndrome bisa membentuk gambaran infiltrate seperti monotonous band yang terdiri dari sel mononuclear-cerebriform yang besar, sepanjang dermoepidermal junction atau sekitar pembuluh darah di dalam dermis papillary, epidermitropism tanpa spongiosis dan mikroabses pautrier tanpa epidermis
b. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulitPenyakit kulit yang bisa meluas menjadi eritroderma misalnya psoriasis, pemfigus follasius, dermatitis atopik, pitiriasis rubra pilaris, liken planus, dermatitis seboroik pada bayi.
c. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk keganasan dan infeksi fokal alat dalamd. IdiopatikSpecimen histologik tidak spesifik walau bagaimanapun, ulangan biopsy bisa menunjukan bukti dari mikosis fungiodes .

2. Gambaran klinika.
eritroderma akibat alergi obat secara sistemikYang dimaksud masuknya obat secara sistemik yaitu masuknya obat kedalam badan melalui beberapa jalan antara lain :melalui mulut, hidung, suntikan/infus, rektum, vagina, sebagai obat mata, obat kumur, tapal gigi atau obat luar kulit.Umumnya alergi timbul secara akut dalam waktu 10 hari. Mula-mula kulit berwarna kemerahan yang menyeluruh tanpa disertai skuama. Pada waktu penyembuhan baru timbul skuama.b. Eritoderma akibat peluasan penyakit kulit.Yang sering terjadi adalah akibat psoriosis dan dermatitis seboreik pada bayi (penyakit leiner) .
1) Eritroderma akibat psoriasis Pada anamnesis hendaknya ditanyakan apakah pernah menderita psoriasis, penyakit bersifat menahun dan residif dengan skuama yang berlapis-lapis dan kasar diatas kulit yang eritematosa dengan batas yang tegas
2) Penyakit linear = Erirtoderma deskuamativum Kelainan ini hamper selalu memperlihatkan skuama yang banyak dan kekuning-kuningan di kepala.
Usia penderita sekitar 4 minggu s/d 20 minggu.
Keadaan umum baik, biasanya tanpa keluhan. K
kelainan kulit berupa eritemadiseluruh tubuh penderita disertai skuama kasar.
c. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasanYang sering yaitu sindroma sezary.Penyakit ini termasuk limfoma, ada yang mengatakan sadium dini mikosis fungoides, terdapat pada orang dewasa pada laki-laki usia 64 tahun dan pada wanita usia 53 tahun. Ditandai dengan eritema yang menyeluruh disertai skuama yang kasar dan berlapis-lapis dan rasa gatal yang hebat. Juga terdapat infiltrasi pada kulit yang edema. Sebagian penderita terdapat splenomegali, limpadenopati superficial, alopesia, hiperpigmentasi, hyperkeratosis palmaris dan plantaris, serta kuku yang disropi. Adanya sel sezary pada darah perifer dan infiltrasi pada dermis bagian atas adalah agak khas pada biopsy sindroma ini.Eritroderma biasanya muncul pada mereka yang berusia diatas 40 tahun. Biasanya lebih bayak mengenai lak-laki dibandingkan dengan wanita. Gejala dan syndrome eritroderma : Kemerahan kulit general (eritema) dan pembengkakan yang meliputi 90 % atau lebih dari seluruh permukaan kulit. Serous ooze’, hasil dari pakaian yang melekat di kulit dan bau yang tidak menyenangkan. Penyisikan 2-6 hari selepas onset eritema, seperti empingan yang besar. Berbagai derajat kegatalan yang kadang kala tidak bisa ditoleransi Penebalan sisik pada kepala dengan berbagai derajat keguguran rambut termasuk kebotakan total Penebalan telapak tangan dan kaki (keratoderma) Pembengkakan kelopak mata isa menyebabkan ectropion (permukaan dalam kelopak mata terpapar keluar) Kuku menjadi pecah dan menebal bahkan sampai tercabut Eriroderma yang lama bias menyebabkan perubahan pigmen (bercak coklat dan/atau putih pada kulit) Infeksi sekunder bisa menyebabkan munculnya pustule dan krusta Pembesaran kelenjar limfe (limfadenopati) Kontrol temepratur yang abnormal yang mengakibatkan demam dan menggigil atau hipotermia Meninkatkan denyut jantungsebagai akibat dari gagal jantung yang tidak ditangani atau kasus-kasus berat yang biasanya terjadi pada orang tua Kadar elektrolit yang abnormal serta dehidrasi akibat kehilangan cairan lewat kulit Kadar serum albumin yang rendah akibat kehilangan protein dan peningkatan kadar metabolik

E. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi, yaitu : Infeksi sekunder oleh bakteri Septikemia Diare Pneumoni Gangguan metabolic melibatkan suatu resiko hipotemia, dekompensasi kordis, kegagalan sirkulasi perifer, dan tromboplebitis. Bila pengobatan kurang baik akan terjadi degenerasi visceral yang menyebabkan kematian.(FK UGM, Yogyakarta)

F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit dan mencegah infeksi tetapi bersifat individual serta suportif dan harus segera dimulai begitu diagnosisnya ditegakan.Pasien harus dirawat di rumah sakit dan harus tirah baring. Semua obat yang terlibat harus dihantikan pemakaiannya, suhu kamar yang nyaman harus dipertahankan karena pasien tidak memiliki kontrol termolegulasi yang normal sebagai akibat dari fluktuasi suhu karena vasodilatasi dan kehilangan cairan lewat evaporasi. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dipertahankan karena terjadinya kehilangan air dan protein yang cukup besar dari permukaan kulit. Preparat expander mungkin diperlukan. (Brunner & suddart)

Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan eusinofilia pada dermatitis exfoliativa oleh karena dermatitis atopik. Gambaran lainnya adalah sedimen yang meningkat, turunnya albumin serum dan globulin serum yang relatif meningkat, serta tanda disfungsi kegagalan jantung dan intestinal (tidak spesifik).(Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992)TerapiPerawatan di rumah sakit sangat dianjurkan untuk memperoleh perawatan medis dan pemeriksaan laboratorium yang baik. Pengobatan topikal pelembut (untuk mandi berupa emulsi dan mungkin juga bentuk-bentuk lain) sangat membentu. Kortikosteroid (prednisone 40 mg setiap hari dalam dosis pemeliharaan) juga diberikan. Obat-obat tersebut mengurangi kekakuan dari gejala yang ada. Antibiotik diperlukan juga bila diduga ada infeksi sekunder.Perawatan di rumah sakit tidak diperlukan bila pasien dianggap kooperatif dengan dokter yang merawat, para pasien/penderita dermatitis exfoliativa menunjukan adanya perbaikan , hanya dengan sistem rawat jalan saja. (FK UGM, Yogyakarta)
Pengobatan Sistemik Diet tinggi protein pada eritroderma yang sudah lama Kortikosteroid oral : prednisonGolongan
1 : dosis prednison 3 x 10 mg – 4 x 10 mg/hari Obat yang dicurigai sebagai penyebab dihentikanGolongan
2 : dosis permulaan 4 x 10 mg Jika tak tampak perbaiakan dalam beberapa hari dosis dinaikan. Bila tampak perbaikan dosis diturunkan perlahan. Kalau akibat penyakit linear, dosis prednison 3 x (1-2) mg/hari. Kalau akibat terapi lokal pada psoriasis maka dihentikanGolongan
3 : syndrome sezary : selain kortikosteroid, juga sistostatika (klorambusil 2-6 mg sehari) Lokal : Diolesi emoliea, misalnya salep lanolin 10 %(Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984)
PrognosisDermatitis exfoliativa memiliki prognosis yang kurang baik sementara banyak penulis lain yang mengatakan bahwa prognosis dermatitis exfoliativa pada umumnya baik; tentu saja tidak terlepas dari faktor penyakit yang mendasari dan kondisi penderita itu sendiri. (FK UGM, Yogyakarta)

G. Asuhan keperawatan
1. PengkajianPengkajian keperawatan berkelanjutan dilaksanakan untuk mendeteksi infeksi. Kulit yang mengalami desrupsi eritematosa basah amat rentan terhadap infeksi dan dapat menjadi tempat kolonisasi organisasi pathogen yang amat memperberat inflamasi. Anti biotic yang diresepkan dokter jika terdapat infeksi dipilih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitifitas. “Pasien diobservasi untuk memantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif karena hiperenia serta peningkatan aliran darah kulit dapat menimbulkan gagal jantung yang dapat menyebabkan high-output.”Hipotermia dapat pula terjadi karena peningkatan aliran darah dalam kulit yang ditambah lagi dengan kehilangan air lewat kulit sehingga terjadi kehilangan panas lewat radiasi, konduksi dan evaporasi. Perubahan pada tanda-tanda vital harus dipantau dengan ketat dan dilaporkan.Sebagaimana setiap dermatitis yang akut, terapi topikal digunakan untuk meredakan gejala (terapi simtomatik). Rendaman yang meringankan gejala kompres dan pelemasan kulit dengn preparat emolien dipakai untuk mengobati dermatitis yang kuat. Pasien cenderung menjadi sangat mudah tersinggung karena rasa gatalnya yang hebat. Preparat kortikosterid oral atau parenteral dapat diresepkan kalau penyakit tersebut tidak terkendali oleh terapi yang lebih konservatif. Setelah penyebabnya yang spesifik, terapi yang diberikan dapat lebih spesifik. Pasien dinasehati untuk menghindari semua iritan demasa mendatang, khususnya obat-obatan (Brunner & Suddart).

2. Diagnosa Keperawatana) Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan transdermal dan edema.
b) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kulit kering bersisik.
c) Gangguan body image berhubungan dengan perubahan pigmen kulit.
d) Resti infeksi berhubungan dengan postula dan krusta.

Daftar Pustaka
1. http://aslimtaslim.com

2. http://www.emedicine.com

3. Dermatitis Exfoliativa Imtikhananik.Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

4. Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8, Volume 3. EGC : Jakarta.

5. Siregar, dkk. 1990. Ekzema Dermatitis, dalam : Harahap, M. (ed) : Penyakit Kulit. Gramedia : Jakarta.

6. Utama Wahyudhy, Harry. S.Ked dan Kurniawan, Dedy. S.Ked. 2007. Erupsi Alergi Obat. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya : Palembang.

7. http://journal.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/view/146

8. http://www.Gatra.com. 2004-04.

9.http://journal.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/view/928

10. http://www.portalkalbe.com. Oleh : Adhi, Djuanda. Dr. Pengobatan Dengan Kortikosteroid Sistemik dalam Dermatolog. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM : Jakarta.

MENGENAL SISTEM PERSARAFAN

kita mengenal dua buah sistem syaraf

1. sistem syaraf pusat terdiri dari otak dan medulla oblongata
2. system syaraf perifer terdiri dari syaraf kranial dan syaraf spinal

ada 12 nervus syaraf kranial

1. nervus olfaktorius
2. nervus optikus
3. nervus okulomotorius
4. nervus trochlearis
5. nervus trigeminus
6. nervus abdusen
7. nervus facialis
8. nervus auditorius/vestibulokohlearis
9. nervus glosofaringeus
10. nervus vagus
11. nervus aksesoris
12. nervus hipoglosus

ada 31 pasang syaraf spinal

1. 8 pasang syaraf servikalis
2. 12 pasang syaraf torakalis
3. 5 pasang syaraf lumbali
4. 5 pasang syaraf sakral
5. 1 pasang koksigeus

otak manusia dibagi menjadi beberapa lobus

1. lobus frontalis
2. lobus parietalis
3. lobus oksipitalis
4. lobus tempralis

otak manusia dibagi menjadi dua hemisfer

1. hemisfer kanan
2. hemisfer kiri

otak berfungsi sebagai pusat rangsang, ketika menerima informasi atau sinyal dari reseptor yang tersebar diseluruh tubuh, informasi tersebut akan diolah kemudian akan muncul aksi pada system muskuloskeletal.

karena fungsi informasi inilah maka otak menyiapkan beberapa reseptor

1. nosiseptor yang mengirimkan impuls nyeri
2. baroseptor yang mengirimkan impuls terkait tekanan
3. kemoseptor yang mengirimkan impuls kimia
4. termoseptor yang mengirimkan impuls panas
5. mekanoseptor mengirimkan informasi perubahan pada sel

selain reseptor tubuh juga menyediakan neurotransmitter

dopamin, GABA, asetilcolin, serotonin, epinefrin dan norepinefrin, bradikinin bahkan prostaglandin.

askep IMA

Pengertian

1. Menurut Brunner & Sudarth, 2002 infark miokardium mengacu pada proses infark-miokardrusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
2. Sedangkan pengertian menurut Suyono, 1999 infark miokard akut atau sering juga disebut akut miokard infark adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.

Penyebab AMI

Menurut Kasuari, 2002 ada beberapa etiologi / penyebab terjadinya infark miokard akut yaitu :

1) Faktor penyebab :

a) Berkurangnya suplai oksigen ke miokard yang disebabkan oleh tiga faktor:

i) Faktor pembuluh darah :

· Aterosklerosis

· Spasme

· Arteritis

ii) Faktor sirkulasi:

· Hipotensi

· Stenosis aorta

· Insufisiensi

iii) Faktor darah:

· Anemia

· Hipoksemia

· Polisitemia

b) Curah jantung yang meningkat:

· Aktivitas yang berlebihan

· Makan terlalu banyak

· Emosi

· Hipertiroidisme

c) Kebutuhan oksigen miokard meningkat, pada:

· Kerusakan miokard

· Hipertropimiokard

· Hipertensi diastolik

2) Faktor predisposisi

a) Faktor resiko biologis yang tidak dapat dirubah:

· Umur lebih dari 40 tahun

· Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause

· Hereditas

· Ras: insiden pada kulit hitam lebih tinggi

b) Faktor resiko yang dapat dirubah:

i) Mayor:

· Hipertensi

· Hiperlipidemia

· Obesitas

· Diabetes

· Merokok

· Diet: tinggi lemak jenuh, tinggi kalori

ii) Minor:

· Kepribadian tipe A (agresif, ambisius, emosional, kompetitif)

· Stress psikologis berlebihan

· Inaktifitas fisik
Tanda dan Gejala

Pada infark miokard dikenal istilah TRIAS, yaitu:

1. Nyeri :

a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas.

b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.

c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).

d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.

e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.

f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.

g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptord.

2. Laboratorium

Pemeriksaan enzim jantung :

a. CPK-MB/CPK

Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.

b. LDH/HBDH

Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal

c. AST/SGOT

Meningkat ( kurang nyata / khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari

3. EKG

Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian adalah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Pemeriksaan Penunjang


1.EKG

Untuk mengetahui fungsi jantung. Akan ditemukan gelombang T inverted, ST depresi, Q patologis.

2. Enzim Jantung.

CPKMB, LDH, AST

3.Elektrolit.

Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemi.

4.Sel darah putih

Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi.

5.Kecepatan sedimentasi

Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi.

6.Kimia

Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis

7.GDA

Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.

8.Kolesterol atau Trigliserida serum

Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.

9.Foto dada

Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.

10.Ekokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

11.Pemeriksaan pencitraan nuklir

a. Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal lokasi atau luasnya AMI.

b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik

12.Pencitraan darah jantung (MUGA)

Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).

13.Angiografi koroner

Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.

14.Nuklear Magnetic Resonance (NMR)

Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.

15.Tes stress olah raga

Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
Penatalaksanaan

1. Rawat ICCU, puasa 8 jam

2. Tirah baring, posisi semi fowler.

3. Monitor EKG

4. Infus D5% 10 – 12 tetes/ menit

5. Oksigen 2 – 4 lt/menit

6. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg

7. Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg

8. Bowel care : laksadin

9. Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam /infus

10. Diet rendah kalori dan mudah dicerna

11. Psikoterapi untuk mengurangi cemas
Pengkajian
Pengkajian Primer

1. Airways

a. Sumbatan atau penumpukan sekret

b. Wheezing atau krekles

2. Breathing

a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat

b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal

c. Ronchi, krekles

d. Ekspansi dada tidak penuh

e. Penggunaan otot bantu nafas

3. Circulation

a. Nadi lemah , tidak teratur

b. Takikardi

c. TD meningkat / menurun

d. Edema

e. Gelisah

f. Akral dingin

g. Kulit pucat, sianosis

h. Output urine menurun
Pengkajian Sekunder

1. Aktifitas

Gejala :

· Kelemahan

· Kelelahan

· Tidak dapat tidur

· Pola hidup menetap

· Jadwal olah raga tidak teratur

Tanda :

· Takikardi

· Dispnea pada istirahat atau aaktifitas.

2. Sirkulasi

Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.

Tanda :

· Tekanan darah

Dapat normal / naik / turun

Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.

· Nadi

Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).

· Bunyi jantung

Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.

· Murmur

Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung

· Friksi ; dicurigai Perikarditis

· Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur

· Edema

Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.

· Warna

Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir

3. Integritas ego

Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.

Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri.

4. Eliminasi

Tanda : normal, bunyi usus menurun.

5. Makanan atau cairan

Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar

Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan

6. Higiene

Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan

7. Neurosensori

Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )

Tanda : perubahan mental, kelemahan

8. Nyeri atau ketidaknyamanan

Gejala :

· Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).

· Lokasi :

Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.

· Kualitas :

“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.

· Intensitas :

Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.

Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia

9. Pernafasan:

Gejala :

· dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat

· dispnea nokturnal

· batuk dengan atau tanpa produksi sputum

· riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.

Tanda :

· peningkatan frekuensi pernafasan

· nafas sesak / kuat

· pucat, sianosis

· bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum

10. Interaksi sosial

Gejala :

· Stress

· Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS

Tanda :

* Kesulitan istirahat dengan tenang
* Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
* Menarik diri

askep-ima1

.

askep-ima21
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan :

· nyeri dada dengan / tanpa penyebaran

· wajah meringis

· gelisah

· delirium

· perubahan nadi, tekanan darah.

Tujuan :

Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS

Kriteria Hasil:

· Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1

· ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang

· tidak gelisah

· nadi 60-100 x / menit,

· TD 120/ 80 mmHg

Intervensi :

* Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada.
* Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
* Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
* Pertahankan oksigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
* Monitor tanda-tanda vital ( nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
* Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.

2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard.

Tujuan :

Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS.

Kriteria Hasil :

· Tidak ada edema

· Tidak ada disritmia

· Haluaran urin normal

· TTV dalam batas normal

Intervensi :

· Pertahankan tirah baring selama fase akut

· Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD

· Monitor haluaran urin

· Kaji dan pantau TTV tiap jam

· Kaji dan pantau EKG tiap hari

· Berikan oksigen sesuai kebutuhan

· Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi

· Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis

· Berikan makanan sesuai diitnya

· Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan :

· Daerah perifer dingin

· EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu

· RR lebih dari 24 x/ menit

· Kapiler refill lebih dari 3 detik

· Nyeri dada

· Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )

· HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80 AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa CO2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg

· Nadi lebih dari 100 x/ menit

· Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL

Tujuan :

Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.

Kriteria Hasil:

· Daerah perifer hangat

· Tidak sianosis

· Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark

· RR 16-24 x/ menit

· Tidak terdapat clubbing finger

· Kapiler refill 3-5 detik

· Nadi 60-100x / menit

· TD 120/80 mmHg

Intervensi :

· Monitor Frekuensi dan irama jantung

· Observasi perubahan status mental

· Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa

· Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya

· Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi

· Pantau pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium misal EKG, elektrolit , GDA (Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan pemberian oksigen

4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.

Tujuan :

Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan di RS

Kriteria Hasil :

· Tekanan darah dalam batas normal

· Tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen

· Paru bersih

· Berat badan ideal ( BB ideal TB -100 - 10 %)

Intervensi :

· Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan

· Observasi adanya oedema dependen

· Timbang BB tiap hari

· Pertahankan masukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler

· Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuretik.

5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) ditandai dengan :

· Dispnea berat

· Gelisah

· Sianosis

· Perubahan GDA

· Hipoksemia

Tujuan :

Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (Pa O2 < 80 mmHg, Pa CO2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS.

Kriteria hasil :

· Tidak sesak nafas

· Tidak gelisah

· GDA dalam batas Normal ( Pa O2 < 80 mmHg, Pa CO2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg )

Intervensi :

· Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan

· Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.

· Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll.

· Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien

· Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrosis jaringan miokard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum

Tujuan :

Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS

Kriteria Hasil :

· Klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien

· Frekuensi jantung 60-100 x/ menit

· TD 120-80 mmHg

Intervensi :

· Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas

· Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )

· Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.

· Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah mkan.

· Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.

7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis

Tujuan :

Cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS

Kriteria Hasil :

* Klien tampak rileks
* Klien dapat beristirahat
* TTV dalam batas normal

Intervensi :

· Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas

· Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman

· Ajarkan tehnik relaksasi

· Minimalkan rangsang yang membuat stress

· Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan

· Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang

· Berikan support mental

· Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi

8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan datang , kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi yang dapat dicegah.

Tujuan :

Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi pendidikan kesehatan selama di RS

Kriteria Hasil :

· Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana pengobatan, tujuan pengobatan & efek samping / reaksi merugikan

· Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.

Intervensi :

· Berikan informasi dalam bentuk belajar yang bervariasi, contoh buku, program audio/ visual, tanya jawab dll.

· Beri penjelasan faktor resiko, diet ( rendah lemak dan rendah garam ) dan aktifitas yang berlebihan,

· Peringatan untuk menghindari aktifitas manuver valsava

· Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan, kerja, rekreasi aktifitas seksual.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000

2. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997

3. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

4. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)

5. Heni Rokhaeni, Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Edisi Pertama Jakarta, Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung Dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita; 2002

6. Kasuari, Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang, 2002

7. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)

8. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001

9. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)

10. Sandra M. Nettina , Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta, EGC, 2002

11. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

12. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998

13. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001

askep rhinitis alergik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa hidung (mukosa olfaktori). Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar pada rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo stratified columnar ephitelium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.

Alergi hidung adalah keadaan atopi yang aling sering dijumpai, menyerang 20% dari populasi anak-anak dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Di tempat lain, alergi hidung dan penyakit atopi lainnya kelihatannya lebih rendah, terutama pada negara-negara yang kurang berkembang. Penderita Rhinitis alergika akan mengalami hidung tersumbat berat, sekresi hidung yang berlebihan atau rhinore, dan bersin yang terjadi berulang cepat.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tentang penyakit rhinitis

2. Mengetahui perjalanan penyakit rhinitis

3. Mengetahui komplikasi rhinitis

4. Mengetahui asuhan keperawatan penyakit rhinitis

BAB II

KONSEP MEDIS

2.1 Pengertian

Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 )

Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )

Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:

1. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
2. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

Berdasarkan penyebabkannya :

1. Rhinitis alergi

Pengertian

Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rinitis alergi harus dianggap penyakit yang serius karena karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis.( www. Google.com )

Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman. (Dorland,2002 )

Etiologi

Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :

* Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya

* Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :

* Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur
* Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang
* Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah
* Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan

Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :

1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik

2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier

3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan

Manifestasi Klinis

1. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).

2. Hidung tersumbat.

3. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
4. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
5. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.

Patofisiologi

Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).

When to see an allergy/asthma specialistPenatalaksanaan

* Hindari kontak & eliminasi, Keduanya merupakan terapi paling ideal. Hindari kontak dengan alergen penyebab, sedangkan eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan).

* Simptomatik : Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid

o Antihistamin

Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral dibagi menjadi dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai antihistamin sedatif serta generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai antihistamin nonsedatif.

Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan tidur karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping yang biasa ditimbulkan oleh obat golongan antihistamin adalah efek antikolinergik seperti mulut kering, susah buang air kecil dan konstipasi. Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang mengalami kenaikan tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.

Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar allergen. Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan terutama mengenai efek sampingnya. Antihistamin generasi kedua memang memberikan efek sedative yang sangat kecil namun secara ekonomi lebih mahal.

o Dekongestan

Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi pada reseptor adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi. Topikal dekongestan biasanya digunakan melalui sediaan tetes atau spray. Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi secara sistemik (Dipiro, 2005). Penggunaan obat ini dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena penggunaan obat-obatan). Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat ini memerlukan konseling bagi pasien.

Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun durasinya biasanya bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan adalah pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat walaupun digunakan pada dosis terapinya (Dipiro, 2005). Obat ini harus hati-hati digunakan untuk pasien-pasien tertentu seperti penderita hipertensi. Saat ini telah ada produk kombinasi antara antihistamin dan dekongestan. Kombinasi ini rasional karena mekanismenya berbeda.

o Nasal Steroid

Merupakan obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk rhinitis seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang sedikit.

Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium bromida.

* Operatif : Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang mengalami hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior menggunakan kauterisasi yang memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.

* Imunoterapi : Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan. Netralisasi tidak membentuk blocking antibody dan untuk alergi ingestan.

Macam-Macam Rinitis alergi

Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:

1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)

Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.

Gejala:

Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Terjadi peradangan pada kelopak mata bagian dalam dan pada bagian putih mata (konjungtivitis). Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat.

Pengobatan

Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin.
Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoephedrine atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat.
Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium kromolin; efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian belakang. Jika pemberian antihistamin dan kromolin tidak dapat mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat semprot kortikosteroid.
Jika obat semprot kortikosteroid masih juga tidak mampu meringankan gejala, maka diberikan kortikosteroid per-oral selama kurang dari 10 hari.

2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)

Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat

Gejala

Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Jarang terjadi konjungtivitis. Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat. Hidung tersumbat bisa menyebabkan terjadinya penyumbatan tuba eustakius di telinga, sehingga terjadi gangguan pendengaran, terutama pada anak-anak. Bisa timbul komplikasi berupa sinusitis (infeksi sinus) dan polip hidung.

Pengobatan

Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin.
Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat.
Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium kromolin; efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian belakang. Jika pemberian antihistamin dan kromolin tidak dapat mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat semprot kortikosteroid; tidak dianjurkan untuk memberikan kortikosteroid per-oral (melalui mulut).
Obat tetes atau obat semprot hidung yang mengandung dekongestan dan bisa diperoleh tanpa resep dokter, sebaiknya digunakan tidak terlalu lama karena bisa memperburuk atau memperpanjang peradangan hidung. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk membuang polip atau pengobatan terhadap infeksi sinus.

Seseorang dapat mengalami rhinitis kombinasi antara dua jenis tersebut. Masih ada satu lagi jenis rhinitis alergi, yaitu : Rhinitis alergi occupational adalah Rhinitis yang terkait dengan pekerjaan. Paparan allergen didapat di tempat bekerja. Biasanya dialami oleh orang yang bekerja dekat dengan binatang. (Sheikh, 2008)

2. Rhinitis Non Alergi

Pengertian

Rhinitis non allergi disebabkan oleh : infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.

Gejala

* Kongesti nasal

* Rabas nasal (purulent dengan rhinitis bakterialis)

* Gatal pada nasal

* Bersin-bersin

* Sakit kepala

Terapi Medik

· Pemberian antihistamin

· Dekongestan

· Kortikosteroid topikal

· Natrium kromolin

Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut :

Ø Rinitis vasomotor

Pengertian

Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.(www. Google.com). Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergisehingga sulit untuk dibedakan.

Etiologi

Belum diketahui, diduga akibat gangguan keseimbangan vasomotor. Keseimbangn vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal :

v Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti: ergotamin, klorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokontriktor lokal.

v Faktor fisik, seperti iritasi asap rokok, udara dingin, kelembapan udara yang tinggi, dan bau yang merangsang

v Faktor endokrin, seperti : kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme

v Faktor psikis, seperti : cemas dan tegang ( kapita selekta)

Manifestasi klinis

Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kana, tergantung pada posisi pasien. Terdapat rinorea yang mukus atau serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin, dan tidak disertai gatal di mata. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.

Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan obstruksi dan rinorea. Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaannya dapat licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Namun pada golgongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak. ( kapita)

Patofisiologi

Rangsangan saraf parasimpatis akan menyebabkan terlepasnya asetilkolin, sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dalm konka serta meningkatkan permiabilitas kapiler dan sekresi kelenjar, sedangkan rangsangan sraaf simpatis mengakibatkan sebaliknya.( kapita)

Pemeriksaan penunjang

Dilakukan pemeriksaaan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret kulit tetapi jumlahnya sedikit. Tes kulit biasnya negatif.

Penatalaksanaan

Di cari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan disingkirkan kemungkinana rhinitis alergi. Terapi bervariasi, tergantung faktor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara umum terbagi atas :

v Menghindari penyebab

v Pengobatan simtomatis, dengan obat dekongestan oral dan kortikosteroid topikal

v Operasi, dengan bedah beku, elektrokauter, atau konkotomi konka inferior

v Neurektomi nervus vidianus sebagai saraf otonom mukosa hidung, jika cara-cara di atas tidak berhasil. Operasinya tidak mudah dan komplikasinya cukup berat. (kapita )

Pengobatan

Pengobatan Rinitis Vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam:
1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :

Ø Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat. Contohnya: Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine (oral) serta Phenylephrine dan Oxymetazoline (semprot hidung ).

Ø Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.

Ø Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-bersin dengan menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone

Ø Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utamanya.Contoh : Ipratropium bromide ( nasal spray )

3. Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :
Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat pekat ( chemical cautery ) maupun secara elektrik (electrical cautery).
Diatermi submukosa konka inferior (submucosal diathermy of the inferior turbinate )
Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )
Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection)
Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )
Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy )

Ø Rinitis Medikamentosa

Pengertian

Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (Drug Abuse).

Gejala dan Tanda

Penderita mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Pada pemeriksaan konka dengan secret hidung yang berlebihan. Apabila diuji dengan adrenalin, adema konka tidak berkurang.

Terapi

1. Hentikan pemakaian obat tetes dan sempror hidung.

2. Untuk mengatasi sunbatan berulang, beri kortikosteroit secara penurunan bertahab dengan menurunkan dosis 5 mg setiap hari.(misalnya hari 1: 40 mg, hari 2: 35 mg dan seterusnya).

3. Obat dekongestan oral (biasanya mengandung pseudoefredin). Apabila dengan cara ini tak ada perbaikan setelah 3 minggu pasien dirujuk ke dokter THT.

Ø Rhinitis Atrofi

Pengertian

Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif tulang dan mukosa konka. Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan secret kental dan cepat mongering, sehingga terbentuk krusta berbau busuk. Sering mengenai masyarakat dengan tingkat social ekonomi lemah dan lingkungan buruk. Lebih sering mengenai wanita, terutama pada usia pubertas.

Etiologi

Belum jelas, beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya seperti infeksi oleh kuman spesifik, yaitu spesies Klebsiella, yang sering Klebsiella ozanae, kemudian stafilokok, sreptokok, Pseudomonas aeruginosa, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan hormonal, dan penyakit kolagen. Mungkin berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.

Manifestasi klinis

Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya nafas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala, dan hidung tersumbat.

Pada pemeriksaan THT ditemukan rongga hidung sangat lapang, konka inferior dan media hipotrofi atau atrofi secret purulen hijau dan krusta berwarna hijau.

Pemeriksaan penunjang

Dapat dilakukan transiluminasi, fotosinus para nasal, pemeriksaan mikro organisme uji resistensi kuman, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Fe serum, dan serologi darah. Dari pemeriksaan histo patologi terlihat mukosa hidung menjadi tipis, silia hilang, metaplasia thoraks menjadi epitel kubik atau gepeng berlapis, kelenjar degenerasi dan atrofi, jumlahnya berkurang dan bentuknya mengecil.

Penatalaksanaan

Belum adanya yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan untuk menghilangkan etiologi, selain gejalanya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif. Secara konservatif dapat diberikan

1. Antibiotic presprektum luas atau sesuaiuji resistensi kuman sampai gejala hilang.

2. Obat cuci hidung agar bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan larutan betadine satu sendok makan dalam 100 cc air hangat

3. Vitamin A 3x50.000 unit selama 2 minggu

4. Preparat Fe

5. Pengobatan sinusitis, bila terdapat sinusitis.

2.2 Komplikasi

* Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
* Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
* Sinusitis kronik
* Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase.

2.3 Discharge planning

· Instruksikan pasien yang allergik untuk menghindari allergen atau iritan spt (debu, asap tembakau, asap, bau, tepung, sprei)

· Sejukkan membran mukosa dengan menggunakan sprey nasal salin.

· Melunakkan sekresi yang mengering dan menghiangkan iritan.

· Ajarkan tekhnik penggunaan obat-obatan spt sprei dan serosol.

· Anjurkan menghembuskan hidung sebelum pemberian obat apapun thd hidung

2.4 PNP


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

* Identitas

Ø Nama

Ø jenis kelamin

Ø umur

Ø bangsa

* keluhan utama

Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal

* Riwayat peyakit dahulu

Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya.

* Riwayat keluarga

Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami pasien

* Pemeriksaan fisik :

- Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid

- Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi

* Pemeriksaan penunjang :

Ø Pemeriksaan nasoendoskopi

Ø Pemeriksaan sitologi hidung

Ø Hitung eosinofil pada darah tepi

Ø Uji kulit allergen penyebab

3.2 Diagnosa

1. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan medis

2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret yang mengental

3. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung

4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore

3.3 Intervensi

1. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan medis

Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang

Kriteria :

a. Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya

b. Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

Intervensi


Rasional

1. Kaji tingkat kecemasan klien

2. Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien :

- Temani klien

- Perlihatkan rasa empati( datang dengan menyentuh klien )

3. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti

4. Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :

- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang

- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan

5. Observasi tanda-tanda vital.

6. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis


1. Menentukan tindakan selanjutnya

2. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan

3. Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif

4. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.

5. Mengetahui perkembangan klien secara dini.

6. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien

2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental.

Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan

Kriteria :

a. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut

b. Jalan nafas kembali normal terutama hidung

Intervensi


Rasional

a. Kaji penumpukan secret yang ada

b. Observasi tanda-tanda vital.

c. Kolaborasi dengan team medis


a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya

b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi

c. Kerjasama untuk menghilangkan obat yang dikonsumsi

3. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung

Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman

Kriteria :

- Klien tidur 6-8 jam sehari

Intervensi


Rasional

a. Kaji kebutuhan tidur klien.

b. ciptakan suasana yang nyaman.

c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut

d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat


a. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur

b. Agar klien dapat tidur dengan tenang

c. Pernafasan tidak terganggu.

d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung

4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore

Intervensi


Rasional

a. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan prognosis kesehatan

b. ajarkan individu menegenai sumber komunitas yang tersedia, jika dibutuhkan (misalnya : pusat kesehatan mental)

c. dorong individu untuk mengekspresikan perasaannya, khususnya bagaimana individu merasakan, memikirkan, atau memandang dirinya


a. memberikan minat dan perhatian, memberikan kesempatan untuk memperbaiakikesalahan konsep

b. pendekatan secara komperhensif dapat membantu memenuhi kebutuhan pasienuntuk memelihara tingkah laku koping

c. dapat membantu meningkatkan tingkat kepercayaan diri, memperbaiki harga diri, mrnurunkan pikiran terus menerus terhadap perubahan dan meningkatkan perasaan terhadap pengendalian diri

3.4 Implementasi

1. Mendorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan prognosis kesehatan

2. Mengatur kelembapan ruangan untuk mencegah pertumbuhan jamur

3. Menjauhkan hewan berbulu dari pasien alergi, namun hal ini sering tidak dipatuhi terutama oleh pecinta binatang

4. Membersihkan kasur secara rutin

Perawatan

a) If there is inflammation in the nose, the treatment of choice for this form of non-allergic rhinitis is nasal corticosteroid sprays.Jika ada peradangan di hidung, perlakuan pilihan formulir ini untuk non-alergi rhinitis adalah sengau corticosteroid sprays.

b) If there is a lot of runny nose, ipratropium nasal spray can provide relief against this symptom in non-allergic rhinitis. Jika ada banyak pilek, ipratropium sengau semprot dapat menyediakan bantuan terhadap gejala ini di non-alergi rhinitis.

c) If nasal congestion is a major problem, decongestant pills or sprays can be used, but the sprays should not be used for long periods of time,Jika hidung tersumbat adalah masalah besar, decongestant tablet atau sprays dapat digunakan, tetapi sprays tidak boleh digunakan untuk waktu lama,

d) Recently, an antihistamine nasal spray has been found helpful in relieving the symptoms of non-allergic rhinitis.Baru-baru ini, sebuah antihistamine sengau semprot telah bermanfaat dalam melegakan gejala non-alergi rhinitis.

e) By learning about the causes and symptoms of various forms of rhinitis, you will be better able to identify your symptoms and triggers. Dengan belajar tentang penyebab dan gejala dari berbagai bentuk rhinitis, Anda akan dapat lebih baik untuk mengidentifikasi gejala dan memicu. Your allergist/immunologist can assist by making an accurate diagnosis and developing an effective treatment plan for you. Anda allergist / immunologist dapat membantu dengan membuat diagnosa yang akurat dan mengembangkan rencana perawatan yang efektif untuk Anda.

3.5 Evaluasi

1. Mengetahui tentang penyakitnya

2. Sudah bisa bernafas melalui hidung dengan normal

3. Bisa tidur dengan nyenyak

4. Mengutarakan penyakitnya tentang perubahan penampilan

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 )

Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :

* Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur
* Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang
* Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah
* Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan

4.2 Saran

penyusun sangat membutuhkan saran, demi meningkatkan kwalitas dan mutu makalah yang kami buat dilain waktu. Sehingga penyusun dapat memberikan informasi yang lebih berguna untuk penyusun khususnya dan pembaca umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

-Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.1 Edisi 15. Jakarta: EGC

-Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.2 Edisi 18. Jakarta: EGC

-Dorland, WA. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC

-Hassan, rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: Info Medika

-Junadi, purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

-Long, barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran

-Mansjoer, arif dkk. 1993. Kapita Selekta Kedokteran Jilid.1 Edisi 3. jakarta : Media Aesculapius

- Price, silvya A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta : EGC

-Smeltzer, suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

- Soepardi, efiaty arsyad. 1997. Telinga-Hidung-Tenggorok. Jakarta : fakultas kedokteran universitas indonesia

- www.google.com