Powered By Blogger

Senin, 20 Desember 2010

FIBROADENOMA MAMMAE

A. PENGERTIAN

1. Fibroadenoma adalah suatu tumor jinak yang merupakan pertumbuhan yang meliputi kelenjar dan stroma jaringan ikat.
2. Fibroadenoma mammae adalah tumor jinak pada payudara yang bersimpai jelas, berbatas jelas, soliter, berbentuk benjolan yang dapat digerakkan.

PENYEBAB GANGGUAN

1. Peningkatan aktivitas Estrogen yang absolut atau relatif.
2. Genetik : payudara
3. Faktor-faktor predisposisi :

a. Usia : <>

b. Jenis kelamin

c. Geografi

d. Pekerjaan

e. Hereditas

f. Diet

g. Stress

h. Lesi prekanker

TANDA & GEJALA

1. Secara makroskopik : tumor bersimpai, berwarna putih keabu-abuan, pada penampang tampak jaringan ikat berwarna putih, kenyal
2. Ada bagian yang menonjol ke permukaan
3. Ada penekanan pada jaringan sekitar
4. Ada batas yang tegas
5. Bila diameter mencapai 10 – 15 cm muncul Fibroadenoma raksasa ( Giant Fibroadenoma )
6. Memiliki kapsul dan soliter
7. Benjolan dapat digerakkan
8. Pertumbuhannya lambat
9. Mudah diangkat dengan lokal surgery
10. Bila segera ditangani tidak menyebabkan kematian

PATOFISIOLOGI

Fibroadenoma merupakan tumor jinak payudara yang sering ditemukan pada masa reproduksi yang disebabkan oelh beberapa kemungkinan yaitu akibat sensitivitas jaringan setempat yang berlebihan terhadap estrogen sehingga kelainan ini sering digolongkan dalam mamary displasia.

Fibroadenoma biasanya ditemukan pada kuadran luar atas, merupakan lobus yang berbatas jelas, mudah digerakkan dari jaringan di sekitarnya. Pada gambaran histologis menunjukkan stroma dengan proliferasi fibroblast yang mengelilingi kelenjar dan rongga kistik yang dilapisi epitel dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Pembagian fibroadenoma berdasarkan histologik yaitu :

1. Fibroadenoma Pericanaliculare

Yakni kelenjar berbentuk bulat dan lonjong dilapisi epitel selapis atau beberapa lapis.

2. Fibroadenoma intracanaliculare

Yakni jaringan ikat mengalami proliferasi lebih banyak sehingga kelenjar berbentuk panjang-panjang (tidak teratur) dengan lumen yang sempit atau menghilang.

Pada saat menjelang haid dan kehamilan tampak pembesaran sedikit dan pada saat menopause terjadi regresi.

B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Biopsi
2. Pembedahan
3. Hormonal
4. PET ( Positron Emision Tomografi )
5. Mammografi
6. Angiografi
7. MRI
8. CT – Scan
9. Foto Rontqen ( x – ray )
10. Blood Study

PENCEGAHAN DAN DETEKSI DINI

1. Faktor-faktor resiko
2. Pemerikasaan payudara sendiri
3. Pemeriksaan klinik
4. Mammografi
5. Melaporkan tanda dan gejala pada sumber/ahli untuk mendapat perawatan


You might also like:
Install Microsoft Office 2007 di Laptop gak bisa?!
Prosesi Pemakaman Mayat Berjalan, Tradisi Tana Toraja
HUJAN KATAK DI JEPANG
HUJAN MERAH DARAH DI INDIA
PETIR ABADI DI VENEZUELA
LinkWithin
Reaksi:
Link ke posting ini
KANKER PAYUDARA (CA MAMAE)
Posted: Minggu, 19 Desember 2010 by REZKI MUALIM (ecky) in Label: KONSEP MEDIS
0

KANKER PAYUDARA (CA MAMAE)

A. Pengertian.

Suatu keadaan di mana sel kehilangan kemampuannya dalam mengendalikan kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya.

Normalnya, sel yang mati sama dengan jumlah sel yang tumbuh. Apabila sel tersebut sudah mengalami malignansi/ keganasan atau bersifat kanker maka sel tersebut terus menerus membelah tanpa memperhatikan kebutuhan, sehingga membentuk tumor atau berkembang “tumbuh baru” tetapi tidak semua yang tumbuh baru itu bersifat karsinogen. (Daniele gale 1996).

B. Insiden

Setiap tahun di diagnosis 183.000 kasus baru kanker payudara di amerika serikat. Bukan hanaya kanker payudara saja lebih banyak mengenai wanita dari pada pria. Pada usia 85 satu dari sembilan wanita akan mengalami kanker payudara. Kemampuan pasien yang di diagnosis kanker payudara bertahan hidup masih mencapai 5 tahun sejak awal di diagnosis kanker payudara sekitar 93 %. Jika kanker telah menyebar secara regional saat di diagnosis kemampuan bertahan hidup selama 5 tahun menjadi 72 % dan untuk seseorang dengan metastasis yang luas saat di diagnosis kemampuan bertahan hidupnya hanya 18 %.

C. Faktor-faktor resiko

Faktor resiko untuk kanker payudara meliputi:

- Usia di atas 40 Yahun.

- Ada riwayat kanker payudara pada individu atau keluarga.

- Menstruasi pada usia yang muda/ usia dini.

- Manopause pada usia lanjut.

- Tidak mempunyai anak atau mempunyai anak pertama pada usia lanjut.

- Penggunaan esterogen eksogen dengan jangka panjang.

- Riwayat penyakit fibrokistik.

- Kanker endometrial, ovarium atau kanker kolon.

Akan tetapi hanya 25 % wanita yang mengalami kanker payudara mempunyai beberapa faktor resiko ini. Karena itu salah satu faktor resiko yang paling penting adalah sangat sederhana yaitu wanita. Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan diet di antara masukan tinggi lemak, kegemukan dan terjadinya kanker payudara, tetapi hubungan ini belum di ciptakan secara pasti.

D. Tanda dan Gejala

Fase awal kanker payudara asimptomatik (tanpa ada tanda dan gejala). Tanda awal yang paling umum terjadi adalah adanya benjolan atau penebalan pada payudara. Kebanyakan 90 % ditemukan oleh wanita itu sendiri, akan tetapi di temukan secra kebetulan, tidak dengan menggunakan pemeriksaan payudara sendiri (sarari), karena itu yayasan kanker menekankan pentingnya melakukan sarari.

Tanda dan gejal lanjut dari kanker payudara meliputi kulit sekung (lesung), retraksi atau deviasi putting susu, dan nyeri, nyeri tekan atau rabas khususnya berdarah, dari putting. Kulit Peau d’ orange, kulit tebal dengan pori-pori yang menonjol sama dengan kulit jeruk, dan atau ulserasi pada payudara keduanya merupakan tanda lanjut dari penyakit.

Tanda dan gejala metastasis yang luas meliputi nyeri pada daerah bahu, pinggang, punggung bagian bawah, atau pelvis, batuk menetap, anoreksi atau berat badan yang turun, gangguan pencernaan, pusing, penglihatan yang kabur dan sakit kepala.

E. Pengobatan kanker payudara primer

Pengobatan kanker payudara di dasarkan atas tahap penyakit dan beberpa faktor lain. Wanita saat ini lebih banyak mempunyai pilihan dalam pengobatan kanker payudara dari pada sebelumnya. Pengobatan kanker payudara biasanya meliputi kombinasi pembedahan, kemoterapi dan terapi radiasi .

Tahap awal dari kanker payudara seringkali dapat sembuhn total dengan hanya di lakukan pembedahan saja.

Tahap radiasi dapat di gunakan sebagai pengobatan primer untuk kanker payudara tahap 1 dan 2. Efek samping yang segera muncul dari pengobatan ini adalah reaksi kulit.

kemoterapi yang menggunakan agen antineoplasma dan obat hormonal memegang peranan penting dalam pengobatan kanker.

F. Komplikasi

Komplikasi dari kanker payudara adalah metastase ke tulang, jika hal itu terjadi di tulang belakang maka akan terjadi kompresi medula spinalis.

kusta /lepra

1. PENDAHULUAN

` Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan
permasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan
seutuhnya. Masalah yang dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja
tetapi juga adanya masalah psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan
ini warga masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalahmasalah
tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa
dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat mengakibatkan penderita kusta
menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untuk
melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat.
Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta
mencegah akibat buruk lebih lanjut sehingga memungkinkan tidak lagi menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular
yang masih merupakan masalah nasional kesehatan masyarakat, dimana beberapa
daerah di Indonesia prevalens rate masih tinggi dan permasalahan yang ditimbulkan
sangat komplek. Masalah yang dimaksud bukan saja dari segi medis tetapi meluas
sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan sosial.
Pada umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang,
dan sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini
sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan
pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial
ekonomi pada masyarakat.
Di Indonesia pengobatan dari perawatan penderita kusta secara terintegrasi
dengan unit pelayanan kesehatan (puskesmas sudah dilakukan sejak pelita I).
Adapun sistem pengobatan yang dilakukan sampai awal pelita III yakni tahun 1992,
pengobatan dengan kombinasi (MDT) mulai digunakan di Indonesia.
Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikiari besarnya, sehingga
menimbulkan keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita
sendiri, tetapi pada keluarganya, masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari
konsep perilaku penerimaan periderita terhadap penyakitnya, dimana untuk kondisi
ini penderita masih banyak menganggap bahwa penyakit kusta merupakan penyakit
menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan
menyebabkan kecacatan. Akibat anggapan yang salah ini penderita kusta merasa
putus asa sehingga tidak tekun untuk berobat. Hal ini dapat dibuktikan dengan
kenyataan bahwa penyakit mempunyai kedudukan yang khusus diantara penyakitpenyakit
lain. Hal ini disebabkan oleh karena adanya leprophobia (rasa takut yang
berlebihan terhadap kusta). Leprophobia ini timbul karena pengertian penyebab
penyakit kusta yang salah dan cacat yang ditimbulkan sangat menakutkan. Dari
sudut pengalaman nilai budaya sehubungan dengan upaya pengendalian leprophobia yang bermanifestasi sebagai rasa jijik dan takut pada penderita kusta tanpa alasan
yang rasional. Terdapat kecenderungan bahwa masalah kusta telah beralih dari
masalah kesehatan ke masalah sosial.
Leprophobia masih tetap berurat akar dalam seleruh lapisan masalah
masyarakat karena dipengaruhi oleh segi agama, sosial, budaya dan dihantui dengan
kepercayaan takhyul. Fhobia kusta tidak hanya ada di kalangan masyarakat jelata,
tetapi tidak sedikit dokter-dokter yang belum mempunyai pendidikan objektif
terhadap penyakit kusta dan masih takut terhadap penyakit kusta. Selama
masyarakat kita, terlebih lagi para dokter masih terlalu takut dan menjauhkan
penderita kusta, sudah tentu hal ini akan merupakan hambatan terhadap usaha
penanggulangan penyakit kusta. Akibat adanya phobia ini, maka tidak
mengherankan apabila penderita diperlakukan secara tidak manusiawi di kalangan
masyarakat.

II. GAMBARAN UMUM PENYAKIT KUSTA

II.1. Definisi
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai
dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada
tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.

II.2. Sejarah
Pendapat kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh
kuman kusta (Mycobacterium Leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan
tubuh lainnya. Penyakit ini sering kali menimbulkan masalah yang sangat kompleks.
Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah
sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta bukan
penyakit keturunan atau kutukan Tuhan.

II.3. Penyebaran Penyakit Kusta
Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian
menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan karena
perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan pulau-pulau.
Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka manusia di Skandinavia
diketahui bahwa penderita kusta ini dirawat di Leprosaria secara isolasi ketat.
Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga
dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan
agamanya dan berdagang.

II.4. Penyebab Penyakit Kusta
Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dimakan sebagai
microbakterium, dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk
spora, berbentuk batang yang tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan
terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan
sebagai basil “tahan asam”. Selain banyak membentuk safrifit, terdapat juga
golongan organism patogen (misalnya Microbacterium tubercolose, mycrobakterium
leprae) yang menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis
granuloma infeksion.



II.5. Epidemiologi Penyakit Kusta

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda
tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni
selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta
adalah:
a. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah
mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
b. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun,
keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya
kontak yang lama dan berulang-ulang.
Klinis ternyata kontak lama dan berulang-ulang ini bukanlah merupakan
faktor yng penting. Banyak hal-hal yang tidak dapat di terangkan mengenai
penularan ini sesuai dengan hukum-hukum penularan seperti halnya penyakitpenyaki
terinfeksi lainnya.
Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta
secara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka.
Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan
perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau
keganasan Mocrobakterillm Leprae dan daya tahan tubuh penderita. Disamping itu
faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah :
- Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa
- Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti
- Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti
- Kesadaran sosial :Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara
dengan tingkat sosial ekonomi rendah
- Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat

II.6. Tanda-tanda Penyakit Kusta

Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau
tipe dari penyakit tersebut. Di dalam tulisan ini hanya akan disajikan tanda-tanda
secara umum tidak terlampau mendetail, agar dikenal oleh masyarakat awam, yaitu:
• Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia
• Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin
melebar dan banyak.
• Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis
magnus seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit
menjadi tipis dan mengkilat.
• Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit
• Alis rambut rontok
• Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)
Gejala-gejala umum pada lepra, reaksi :
- Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.
- Anoreksia.
- Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.
- Cephalgia.
- Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.
- Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan hepatospleenomegali.
- Neuritis.
II.7. Diagnosa Penyakit Kusta

Menyatakan (mendiagnosa seseorang menderita penyakit kusta menimbulkan
berbagai masalah baik bagi penderita, keluarga atapun masyarakat disekitarnya).
Bila ada keraguan-raguan sedikit saja pada diagnosa, penderita harus berada
dibawah pengamatan hingga timbul gejala-gejala yang jelas, yang mendukung
bahwa penyakit itu benar-benar kusta. Diagnosa kusta dan kelasifikasi harus dilihat
secara menyeluruh dari segi :
a. Klinis
b. Bakteriologis
c. Immunologis
d. Hispatologis
Namun untuk diagnosa kusta di lapangan cukup dengan ananese dan
pemeriksaan klinis. Bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan bakteriologis.
Kerokan dengan pisau skalpel dari kulit, selaput lendir hidung bawah atau dari
biopsi kuping telinga, dibuat sediaan mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai
dengan teknis Ziehl Neelsen. Biopsi kulit atau saraf yang menebal memberikan
gambaran histologis yang khas. Tes-tes serologik bukan treponema untuk sifilis
sering menghasilkan positif palsu pada lepra.

II.8. Bentuk-bentuk Penyakit Kusta

Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk, yakni bentuk
leproma mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada tubuh. Untuk
ini menular karena kelainan kulitnya mengandung banyak kuman. Bentuk tuber
koloid mempunyai kelainan pada jaringan syaraf, yang mengakibatkan cacat pada.
tubuh. Bentuk ini tidak menular karena kelainan kulitnya mengandung sedikit
kuman. Diantara bentuk leproma dan tuber koloid ada bentuk peralihan yang bersifat
tidak stabil dan mudah berubah-ubah.




II.9. Pengobatan Penyakit Kusta

Pengobatan penyakit kusta dilakukan dengan Dapson sejak tahun 1952 di
Indonesia, memperhatikan hasil yang cukup memuaskan, hanya saja pengobatan
mono terapi ini sering mengakibatkan timbul masalah resistensi, hal ini disebabkan
oleh karena :
- Dosis rendah pengobatan yang tidak teratur dan terputus akibat dari lepra
Reaksi
- Waktu makan obat sangat lama sehingga membosankan, akibatnya penderita
makan obat tidak teratur
Selain penggunaan Dapson (DDS), pengobatan penderita kusta dapat
menggunakan Lamprine (B663), Rifanficin, Prednison, Sulfat Feros dan vitamin A
(untuk menyehatkan kulit yarlg bersisik).
Setelah penderita menyelesaikan pengobatan MDT sesuai dengan peraturan
maka ia akan menyatakan RFT (Relasif From Treatment), yang berarti tidak perlu
lagi makan obat MDT dan dianggap sudah sembuh.
Sebelum penderita dinyatakan RFT, petugas kesehatan harus :
1. Mengisi dan menggambarkan dengan jelas pada lembaran tambahan RFT secara
teliti.
- Semua bercak masih nampak.
- Kulit yang hilang atau kurang rasa terutama ditelapak kaki dan tangan.
- Semua syaraf yang masih tebal.
- Semua cacat yang masih ada.
2. Mengambil skin semar (sesudah skin semarnya diambil maka penderita langsung
dinyatakan RFT tidak perlu menunggu hasil skin semar).
3. Mencatat data tingkat cacat dan hasil pemeriksaan skin semar dibuku register.
Pada waktu menyatakan RFT kepada penderita, petugas harus memberi
penjelasan tentang arti dan maksud RFT, yaitu :
- Pengobatan telah selesai.
- Penderita harus memelihara tangan dan kaki dengan baik agar janga sampai
luka.
- Bila ada tanda-tanda baru, penderita harus segera datang untuk periksaan
ulang.



II.10. Pencegahan Penularan Penyakit Kusta

Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian
dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar
kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi
faktor pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga
penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan
kepada penderita untuk menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara
teratur.
Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara
pemutusan mata rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup
24-48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan
cuaca diluar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman
kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan
hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab.
Ada beberapa obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta. Tetapi kita
tidak dapat menyembuhkan kasus-kasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada
obat penyembuh kusta, dan mereka datang ke Puskesmas untuk diobati. Dengan
demikian penting sekali agar petugas kusta memberikan penyuluhan kusta kepada
setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan
berisikan pengajaran bahwa :
a. Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta
b. Sekurang-kurangnya 80 % dari semua orang tidak mungkin terkena kusta
c. Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain
d. Kasus-kasus menular tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan secara
teratur
e. Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar cacat fisik


III. MASALAH-MASALAH YANG DITIMBULKAN AKIBAT PENYAKIT KUSTA

Seseorang yang merasakan dirinya menderita penyakit kusta akan
mengalami trauma psikis. Sebagai akibat dari trauma psikis ini, si penderita antara
lain sebagai berikut :
a. Dengan segera mencari pertolongan pengobatan.
b. Mengulur-ulur waktu karena ketidaktahuan atau malu bahwa ia atau keluarganya
menderita penyakit kusta.
c. Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya, termasuk
keluarganya.
d. Oleh karena berbagai masalah, pada akhirnya si penderita bersifat masa bodoh
terhadap penyakitnya.
Sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas timbullah berbagai masalah antara
lain:
1. Masalah terhadap diri penderita kusta
Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri, merasa tekan batin, takut
terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengahadapi keluarga dan
masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar. Segan berobat
karena malu, apatis, karena kecacatan tidak dapat mandiri sehingga beban bagi
orang lain (jadi pengemis, gelandangan dsb).
2. Masalah Terhadap Keluarga.
Keluarga menjadi panik, berubah mencari pertolongan termasuk dukun dan
pengobatan tradisional, keluarga merasa takut diasingkan oleh masyarat
disekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita agar tidak diketahui
masyarakat disekitarnya, dan mengasingkan penderita dari keluarga karena takut
ketularan.
3. Masalah Terhadap Masyarakat.
Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan dan
agama, sehingga pendapat tentang kusta merupakan penyakit yang sangat
menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan
menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat kurangnya pengetahuan/informasi
tentang penyakit kusta, maka penderita sulit untuk diterima di tengah-terigah
masyarakat, masyarakat menjauhi keluarga dari perideita, merasa takut dan
menyingkirkannya. Masyarakat mendorong agar penderita dan keluarganya
diasingkan.





IV. PENANGGULANGAN PENYAKIT KUSTA

Penanggulangan penyakit kusta telah banyak diderigar dimana-mana dengan
maksud mengembalikan penderita kusta menjadi manusia yang berguna, mandiri,
produktif dan percaya diri.
Metode penanggulangan ini terdiri dari : metode pemberantasan dan
pengobatan, metode rehabilitasi yang terdiri dari rehabilitasi medis, rehabilitasi
sosial, rehabilitasi karya dan metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan akhir
dari rehabilitasi, dimana penderita dan masyarakat membaur sehingga tidak ada
kelompok tersendiri. Ketiga metode tersebut merupakan suatu sistem yang saling
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.


V. PENUTUP

Dengan megetahui penyebab, penyebaran penyakit, dan pengobatannya
maka tidaklah perlu timbul lepraphobia. Hal ini dapat dilihat dengan penting peranan
penyuluhan kesehatan kepada penderita dan keluarga serta masyarakat dimana
dengan penyuluhan ini diharapkan penderita dapat berobat secara teratur, dan tidak
perlu dijauhi oleh keluarga malahan keluarga sebagai pendukung proses
penyembuhan serta masyarakat tidak perlu mempunyai rasa takut yang berlebihan.
Penderita kusta sebagai manusia yang juga mendapat perlakuan secara
manusia, jadi keluarga dan masyarakat tidak perlu mendorong untuk mengasingkan
penderita kusta tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ngatimin Rusli HM, Upaya Menciptakan Masyarakat Sehat di Pedesaan, Disertasi
Pascasarjana, Ujung Pandang, 1987.
2. Ditjen PPM dan PLP, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta,
1996.
3. Kosasih, A, Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin, Kusta, FK-UI, 1988.
4. Ngatimin Rusli HM, Leprophobia, Majalah Kesehatan Masyarakat, Tahun XXI,
Nomor 5, 1993.
5. Ditjen PPM dan PLP, Buku Pegangan Kader dalam Pemberantasan Penyakit Kusta,
Jakarta, 1990.
6. Depkes RI, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1982.

Selasa, 14 Desember 2010

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SYNDROMA MAL-ABSORBSI

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SYNDROMA MAL-ABSORBSI
Pengertian
Syndroma Mal-absorbsi adalah kumpulan gejala dan tanda-tanda yang diakibatkan oleh absorbsi lemaknon adekuat didalam usus halus. (Barbara C. Long, 1985).
Usus halus merupakan tempat proses pencernaan dan absorbsi nutrition yang utama, khususnya lemak dengan adanya enzyme-enzym pancreas, empedu serta enzy-enzym yang dihasilkan oleh usus sendiri.
Lemak makanan merupakan sumber energi yang utama bagi tubuh, pelarut vitamin A,D,E,K serta sumber lemak esensial. Pada syndrome malabsorbsi ini, vitamin-vitamin yang larut dalam lemak juga mengalami gangguan absorbsi sehingga malabsorbsi lemak selalu disertai malabsorbsi vitamin A,D,E,K. Dalam berbagai keadaan malabsorbsi lemak sering disertai dengan menurunnya absorbsi protein, karbohidrat dan mineral. Gejala yang ditampakkan tergantung pada berat ringannya malabsorbsi serta tergantung pula pada malabsorbsi jenis nutrient tertentu.

Etiologi
Dihubungkan pada gangguan pencernaan dan absorbsi nutrient di dalam usus halus.

Patofisiologi
Malabsorbsi diakibatkan oleh tiga hal yaitu :
1. Gangguan fungsi percernaan (phase Intra Lumen)
Pada keadaan ini nutrient tidak dapat dipecahkan menjadi bentuk yang dapat diserap oleh villi-villi usus halus. Karbohidrat diserap dalam bentuk mono sacharida / glukosa. Protein diserap dalam bentuk asam amino. Lemak diserap dalam bentuk asam lemak dan gliserol. Gangguan ini terjadi bila :
• Enzym lipase pancreas kurang.
• Cairan lambung khususnya gasterin kurang.
• Konjugasi garam empedu kurang.
Keadaan-keadaan ini dapat terjadi pada ;
• Sub total gastrectomy.
• Pankreatitis
• Ca. Pankreas.
• Penyakit Lever.
• Obstruksi saluran empedu.

2. Gangguan Mukosa Usus Halus (Phase Mukosal).
Pada keadaan ini nutrient telah dibentuk menjadi bentuk-bentuk yang dapat diserap oleh villi-villi usus halus, namun bentuk-bentuk tidak dapat diserang oleh gangguan pada mukosa usus halus / villi-villi. Normalnya mukosa usus halus menghasilkan enzyme diantaranya enterokinase. Enzyme ini mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin, selanjutkan tripsin mengubah protein menjadi polypeptide. Mukosa usus menghasilkan enzyme disacharidase yaitu lactosa, maltosa dan sukrosa.. Maltase mencegah maltose menjadi dua glukosa. Sukrose atau invertase memecah skrosa menjadi fruktosa dan glukosa. Keadaan ini dapat terjadi pula pada :
- Defisiensi Lactase.
- Celiac Disease
- Tropical Sprue.
- Enteritis Alergic
- Small Bowel Ischemic
- Radiation Enteritis
- Croh’s Disease

3. Gangguan pengangkutan Nutrien ke dalam pembuluh limpa dan pembuluh darah (Phase Transit).
Gangguan ini terjadi bila terdapat obstruksi limphatik seperti pada lymphoma dan gangguan supply darah seperti pada thrombus mesenteric superior.

Gejala-gejala / Tanda-tanda :
Berbagai macam tnda atau gejala pada Malabsorbsi, yaitu :
.
• .Feces tampak bercahaya, berminyak, licin dan terbatas, berbau (Steatorhoe)
• Dalam air feces mengapung.
• Berat badan rendah.
• Pucat, lemas, badan lesu
• Anorexia.
• Mudah terkena infeksi.
• Mudah berdarah (Echynosis,hematuria)
• Nyeri otot / tulang.
• Tulang rapuh, mudah terkena fraktur.
• Kulit kasar dan kering, hyperfigmentasi.
• Flatulence.
• Hypokalsemia, anemi.
• Pheriperal, neuritis.
• Edema periper.

PENATALAKSANAAN
1.Diet :
Tinggi kalori dan protein serta rendah lemak.
Menghindarkan makanan makanan yang mengandung penyebab malabsorbsi seperti susu yang banyak mengandung lactose (Intoleranse Lactose)

2.Medikamentosa.
Pada Malabsorbsi congenital,terapibersifat symptomatic seperti pemberian preparat besi dan vitamin pada klien anemi serta transpusi darah bila perlu.
Terapi pada malabsorbsi yang didapat ditujukan pada etiologi seperti enteritis kronis yang menyebabkan kerusakan mukosa halus.
Obstruksi pancreas yang menyebabkan enzyme-enzym pancreas tidak dapat masuk ke dalam usus halus.

3.Penyuluhan :
Ditujukan kepada klien dan keluarga. Mencakup penyakit dan diet yang diperlukan. Perawatan membantu klien dalam mengatasi perubahan pola makan.


ASUHAN KEPERAWATAN.

1. Pengkajian :
a. Data Subjektif
Aanamnesa terhadap klien dan keluarga :
.Riwayat Penyakit
- Sejak kapan terjadi
- Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
- Tindakan-tindakan apakah yang sudah pernah dilakukan

.Keluhan Sekarang
- Badan lemas tidak ada gairah.
- Diare.
- Rasa tidak enak di perut.
- Pusing-pusing.
- Nyeri sendi

b. Data Objectif
- Ffeces tampak bercahaya / mengkilat dan licin
- Feces cair sampai sepertiodol dan berbau busuk
- Flatulence disrensipada perut.
- Berat badan menurun (tidak sesuai usia)
- Tanda-tanda defisiensi vitamin seperti mudah berdarah, anemia / pucat.
- Tanda-tanda defisiensi protein seperti edema perifer, kulit kering dan kasar.
- Pada pemeriksaan darah terdapat Hb rendah, hypokalsemia hypoproteinemi, enzyme pencernaan tidak adekuat.


2.Analisa Data.
Dari hasil pengkajian data diperoleh berbagai masalah keperawatan. Kemungkianan diagnosa keperawatan yang terdapat pada klien dengan malabsorbsi adalah :
- GAngguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan gangguan absorbsi di usus halus.
- Gangguan eliminasi : sehubungan dengan gangguan absorbsi lactosa.
- Gangguan rasa nyaman : nyeri pada perut sehubungan dengan gangguan absorbsi lactosa.
- Potensia terjadinya gangguan integritas kulit sehubungan gangguan absorbsi di usus halus.


Tujuan dirumuskan sesuai dengan permasalah, misalnya :
a.Tujuan jangka panjang (Goal).
- Kebutuhan nutrisi terpenuhi
- Diare berkurang.
- Rasa nyaman terpenuhi
- Gangguan integritas kulit tidak terjadi.

b.Tujuan jangka pendek
- Dalam waktu 2 bulan berat badan naik 0,5 kg.
- Klien mengkonsumsi makanan yang dapat ditolerir tubuh.,
- Dalam waktu satu minggu konsistensi feces menjadi lembek.

Nyeri Pada Penyakit Kardiovaskular

Nyeri Pada Penyakit Kardiovaskular


Nyeri pada kardiovaskular merupakan referand pain, seperti pada nyeri pasien infark miokardial, yang dilukiskan sebagai nyeri yang paling buruk yang dialami pasien. Merupakan nyeri visceral yang dalam dan kata-kata sifat yang dipakai adalah berat, menekan dan menghancurkan, serupa sifatnya dengan nyeri dari angina pectoris tetapi lebih gawat dan jauh lebih lama.

Secara khas nyeri, mulai secara gradual, nyeri melibatkan bagian sentral dari dada dan efigastrium dan menjalar ke lengan, penjalaran nyeri yang kurang lazim adalah abdomen, punggung, rahang dan leher. Nyeri infark miokardial tidak menjalar keatas keatas maxilla atau kebawah pusar.
Nyeri sering diikuti kelemahan, berkeringat, mual, muntah, pusing dan ketakutan menyolok, tidak hilang dengan istirahat. Secara khas nyeri infark miokardial menyebabkan pasien bergerak-gerak dalam usaha menemukan posisi yang nyaman.
Dalam banyak hal cirri-ciri yang menonjol dari penampilan pasien adalah reaksinyaterhadap nyeri, ketakutan khas dan gelisah, berusaha meredakan nyerinya denga bergerak-gerak ditempat tidur, berbelit-belit, mengeliat, bertahak atau bahkan berusaha muntah. Lazimnya pucat dan extrimitas dingin.

Penanganan


1. Meredakan nyeri :

Infark myocardial biasanya disertai nyeri yang hebat, oleh karena itu salah satu objek yang terapeutik inisial adalah meredakan nyeri. Morphine, obat yang secara tradisi dipakai untuk maksud ini, masih tetap efektif dan tetap merupakan obat pilihan.

* Morphine dapat menurunkan tekanan arterial dengan menurunkan konstriksi arteriolar dan venus yang terjadi secara simpatetik. Pooling venus sebagai hasilnya dapat menimbulkan reduksi pada curah jantung. Ini harus disadari tetapi tidak perlu mengkontraindikasikan pemakaiannya.
Kulit dapat menjadi dingin dan basah, tetapi pasien dapat mengeluh mual-mual, tetapi kejadian ini biasanya lewat dan diganti oleh perasaan keadaan baik bertalian dengan meredanya nyeri.
Adalah penting untuk mengetahui sindrom ini dalam kaitannya dengan morphin, karena hipotensi dan tanda-tanda kontriksi perifferal dapat disalah interpretasi sebagai manifestasi-manifestasi sindrom shock dianggap sebagai dasar-dasar untuk memulai terapi vasokontriktor atau lain yang tidak akan tepat.
Hipotensi bertalian venous pooling biasanya beresponsi langsung dengan meninggikan kaki. Morphine juga mempunyai efek vagotonik dan dapat menyebabkan bradikardia, khusus pada pasien-pasien dengan infark diagfrahmatik.

* Pemberian Sulfas Atropine 0,4 mg IV harus diberikan sebelum injeksi morphine bila ada bradikardia atau sblock ssetiap derajat. Karena efek samping potensial ini, maka dianjurkan mensel3eksi dosis efektif minimal morphine yang meredakan nyeri. Ini dapat dicapai lebih baik dengan injeksi IV repetetif tiap 5 menit dosis kecil obat 2 – 4 mg dari pada pemberian jumlah besar dengan jalan IV atau subkutan.

2. Pemberian Oksigen.

Pemberian Oksigen rutin disokong oleh observasi bahwa Po2 pada banyak pasien dengan infark miokardial dan bahwa inhalasi oksigen mengurangi ukuran infark, pemberian oksigen harus diberikan dengan sungkup, face mask atau nasal kanul untuk 2 sampai 3 hari pertama setelah infark.
3. Pengurangan aktifitas

Tujuan pengurangan aktifitas fisik adalah untuk mendapatkan keadaan-keadaaan yang paling menguntungkan untuk penyembuhan ini. Factor-faktor yang menambah pekeerjaan jantung dapat menambah ukuran infark miokardial. Keadaan-keadaaan, yang mengakibatkan bertambahnya ukuran jantung, curah jantung, atau kontraktelitas myocardial, harus dihindari. Semua pasien dengan infark miokardial harus dimasukan ke unit perawatan koroner selama 3-4 hari, dengan observasi terus-menerus oleh perawat yang terlatih dan memakai monitor elektrokardiografik terus-menerus.
Infus harus terpasang pada vena perifer, dan difiksasi dengan kuat agar tidak lepas, cairan yang trpasang adalah larutan glukosa dengan tetesan lambat, yang merupakan jalan untuk pemberian obat anti aritmia atau obat lain yang mungkin diperlukan.
Selama 2 – 3 hari pertama bila tidak ada pump failure pasien harus bedresthampir sepanjang hari dengan satu atau dua periode 15 – 30 menit duduk dikursi sebelah tempat tidur.
Pasien dapat memakai commode disamping tempat tidur dan harus dimandikan oleh perawat.
Pasien boleh makan tanpa bantuan. Tempat tidur harus ada footboard dan pasien harus mendorong kakinya pada footboard itu dengan kuat 10 kali selama jam bangun, untuk mencegah stasis venous dan thromboembolisms dan untuk memelihara tonus otot pada kaki.
Pasien biasa yang perjalanan penyakitnya tidak berkomplikasi dapat dikeluarkan dari unit koroner pada hari ketiga atau ke empat. Pada saat-saat itu pasien harus duduk 30 sampai 60 menit dua kali sehari. Ada baiknya dalam tahap mengukur tekanan darah pasien dalam keadaan berdiri, agar dapat waspada terhadap hipotensi postural, yang dapat merupakan problem bila dimulai mobilisasi.
Berdiri dan mobilisasi bertahap biasanya dimulsi kira-kira antara hari kelima dan kedelapan post infark myocardial transmural dan nontransmural yang tak berkomplikasi
Mobilisasi permulaan adalah ke kamar mandi bila ada dikamar pasien atau didekatnya.
Mobilisasi ditingkatkan secara progresif, pada akhirnya termasuk berjalan-jalan dilantai RS, lamanya total hospitalisasi dalam kasus-kasus tak berkomplikasi biasanya 10 – 14 hari, tetapi banyak dokter yang masih menahan pasiennya dengan infark transmural untuk 3 minggu, hal ini tergantung kecepatan membaiknya payah jantung kongestif dan situasi rumah dimana pasien akan kembali.
Sisa fase konvalensensi infark miokardial dapat dijalankan dirumah.
Beberapa dokter menahan pasien pada satu lantai sampai memenuhi konvalensensi 5 minggu, dan diperbolehkan naik satu tangga keatas dan kebawah tiap hari, dimulai beberapa hari setelah dikeluarkan dari RS, 5 sampai 8 minggu, pasien harus dianjurkan menambah aktivitas dengan jalan-jalan sekitar rumah dan keluar bila cuaca baik.
Pasien harus ditempat tidur 6 sampai 8 jam tiap malam, periode-periode istirahat tambahan pagi-pagi dan sorre dapat dianjurkan.
Setelah 8 minggu keatas, pasien harus mengatur aktivitasnya berdassrkan toleransinya trhadap exercise. Selama periode peningkatan aktivitas inilah pasien dapat timbul kecapaian yang menyolok. Hipotensi postural masih tetap dapat merupakan problem. Kebanyakan pasien dapat kembali bekerja setelah 12 minggu.



Bila Artikel ini berkenan silahkan
DownLoad File Disini
0 komentar Link ke posting ini
Label: Asuhan Kep. Peny. Dalam
Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Vertigo
Vertigo merupakan suatu gejala subjektif, istilah yang digunakan masing-masing orang bisa berbeda-beda, tergantung pada asal-usul bahasa dan persepsinya, seperti pusing, melayang dan sebagainya.
Jika pasien dengan jelas mengatakan bahwa pusing adalah rasa berputar dan terbalik-balik, keluhan ini disebut sebagai vertigo vestibular dan dapat dipastikan secara diagnostik, dan jika tidak maka termasuk golongan non-vestibular dan tidak disebut sebagai vertigo, tetapi sebagai dizzines.

Secara Fisioanatomis susunan dan fungsi keseimbangan tubuh terdiri atas tiga sistem, yaitu : sistem somatosensori, sistem visual dan sistem vestibular. Masing-masing sistem tersebut terdiri atas tiga tingkat, yaitu : tingkat resepsi, tingkat integritas dan tingkat persepsi.
Semua rangsang yang diterima reseptor masing-masing sistem diintegritaskan ke batang otak dan serebelum, sehingga terjadi hubungan fungsional yang terpadu antara ketiga sistem, maupun antara tingkat resepsi dan tngkat rerspsi masing-masing sistem.

Vertigo bisa timbul bila ada gangguan pada salah satu atau lebih dari ketiga sistem tersebut pada tingkat resepsi, integritas maupun persepsi. Vertigo yang terjadi oleh karena kelainan pada sistem vestibular disebutvertigo vestibular, dan yang timbul pada kelainan sistem somatosensori dan visual disebut vertigo nonvestibular.

Perbedaan klinis Vertigo vestibular dan nonvestibular adalah sebagai berikut :
Vertigo Vestibular.

Gejala : Sifat vertigo : rasa berputar.
.Serangan : Episodik
.Mual/Muntah : (+)
.Gg.Pendengaran : kadang-kadang
.Gerakan Pencetus : Gerakan kepala
.Situasi Pencetus : Tidak ada

Vertigo Nonvestibular.

Gejala : Melayang, sifat serangan kontinyu, tidak ada mual/muntah, tidak ada gannguan pendengaran, gerakan objek visual sebagai pencetus, situasi pencetus karena keramaian

Terapi Vertigo terdiri atas :
1. Kausal, kebanyak kasus vertigo tidak diketahui penyebabnya, tetapi bila
penyebabnya ditemukan, maka terapi kausal merupakan pilihan utama.
2. Terapi Simomatik. keluhan vertigo yang paling berat adalah pada jenis vertigo
vestibular tipe ferifer. Strateginya adalah memberikan obat secukupnya untuk
mengurangi gejala agar pasien dapat segera dimobilisasi untuk latihan
Rehabilitasi.
3. Latihan Rehabilitasi Vestibular.
Untuk mempercepat penyembuhan, program rehabilitasi yang berupa Vestibular
Exercise, harus segera dilakukan begitu keluhan berkurang.

Beberapa Metode latihan vestibular adalah :
1. Metode Brandt-Daroff.
Metide ini dilakukan pada pasien Benigna Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), caranya :
.Pasien duduk tegak ditempat tidur dengan kaki menggantung.
.Lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat pada salah satu sisi tubuh selama 30 detik.
.Kemudian duduk tegak kembali, setelah 30 detik., baringkan tubuh pada sisi yang lain dengan cara yang sama, tunggu selama 30 detik, setelah itu duduk kembali
.Lakukan latihan ini 5 kali pada pagi hari, dan 5 kali pada malam hari sampai 2 hari berturut-turut tidak timbul vertigo lagi

Pada pasien dengan gangguan Vestibular selain BPPV, setelah rasa mual muntah berkurang, dapat diberikan latihan Visual Vestibular.
2.Latihan Visual Vestibular.
Pada pasien yang masih berbaring.
.Melirik ke atas, ke bawah, ke samping kiri,kanan : selanjutnya gerakan serupa sambil menatap jari yang digerakkan pada jarak 30 cm, mula-mula gerakkan lambat, makin lama makin cepat.
.Gerakan kepala fleksi dan ekstensi, makin lama makin cepat. Lalu diulang dengan mata tertutup. Setelah itu gerakkan kepala ke kiri dan ke kanan dengan urutan yang sama.

Untuk pasien yang sudah dapat duduk.
.Gerakkan kepala dengan cepat ke atas dan ke bawah, seperti sedang manggut sebanyak 5 detik atau lebih sampai vertigo menghilang. ulangi latihan tsb sebanyak 3 kali
.Gerakkan kepala menatap ke kiri/kanan selama 30 detik, kembali ke posisi biasa selama 30 detik, lalu menatap ke arah sisi lain selama 30 detik dan seterusnya. Ulangi latihan sebanyak 3 kali.
.Sambil duduk dan membungkuk mengambil benda yang diletakkan di lantai.

Untuk pasien yang sudah bisa berdiri/berjalan.
.Sambil berdiri gerakkan mata, kepala seperti latihan diatas.
.Duduk di kursi lalu berdiri dengan mata terbuka dan tertutup.
.Latihan berjalan (gait exercise).

Sirkumsisi (lebih dikenal dengan istilah Sunat atau Khitan)

Sirkumsisi (lebih dikenal dengan istilah Sunat atau Khitan)

Pendahuluan

A. Batasan

Sirkumsisi (lebih dikenal dengan istilah Sunat atau Khitan) merupakan tindakan pembuangan dari sebagian atau seluruh kulup (prepisium) penis dengan tujuan untuk kesehatan atau lainnya.

B. Indikasi dilakukannya tindakan sirkumsisi adalah :
1. Anjuran Agama.
2. Sosial.
3. Karena pertimbangan Medis, antara lain: fimosis(lubang kulupyang kecil sehingga mengganggu dan menimbulkan sakit saat kencing, parafimosis (keadaan dimana kulup / preputium tidak bisa ditarik kedepan dan menjepit batang penis), pencegahan agar tidak terjadi tumor karena terkumpulnya smegma, kondiloma akuminata.

C. Kontra indikasi dilakukan sirkumsisi, adalah :

1. Terjadinya Hipospadia yang terjadi sejak lahir / congenital, yaitu lubang uretra yang terbentuk berada dibawah penis,sehingga perlu dilakukan tindakan bedah dengan menggunakan prepusium sebagai flap uretroplasti
2. Penyakit kelainan darah dan Hemofili
3. Penyakit diabetes.


D. Anatomi dari Penis :

Struktur penis yang penting dan harus diketahui adalah:
1. ada 2 buah korpus kavernosum, yang terletak di bagian dorsal penis.
2. Satu buah korpus spongiosum yang terletak di bagian ventral.
3. pembuluh darai Arteri dan saraf nervus dorsalis penis, yang berada dibawah fasia Buck.
4. Fasia buck yang membungkus korpus kavernosum, korpus spongiosum dan struktur lainnya
5. bagian Uretra psrs spongiosa yang teletak di dalam korpus kavernosum

Sebelum melakukan tindakan Sirkumsisi, yang harus diketahui adalah kondisi pasien.

Pasien harus dipersiapkan telebih dahulu, antara lain :

1. Bila pasien sudah besar, maka dilakukan pencukuran rambut fubis terlebih dahulu.
2. Melakukan pendekatan terhadap anak terlebih dahulu, agar anak bisa kooperatif saat dilakukan tindakan.
3. Menanyakan riwayat penyakit anak, bila ada riwayat alergi obat atau lainnya.
4. Menjelaskan kepada orang tua anak mengenai tindakan yang akan dilakukan.
5. Memberikan salep anastesi local /Amla, xylocain spray pada penis anak satu jam sebelum tindakan, agar saat dilakukan injeksi anastesi tidak terlalu sakit.

Persiapan Alat yang harus disediakan :

1. 4 buah klem arteri, (lurus dan berujung panjang.
2. 1 buah Needle holder.
3. 1 buah klem Kocher dan tang.
4. 1 buah Pinset cirurgis.
5. 1 buah Pinset Anatomis.
6. 1 buah Gunting Mayo lurus.
7. 1 buah gunting Mayo lengkung.
8. 6 buah klem Musquito lengkung.
9. 2 buah klem Halstead lengkung.
10. 1 buah Gagang pisau no.3
11. 2 buah Kom tempat betadine dan Alkohol

Bahan Yang diperlukan :

1. Catgut no. 2-0 atau 3-0 (round body dengan jarum).
2. Lidocaine 3 % secukupnya.( dalam ampul)
3. Hand scun sesuai ukuran.
4. Kassa steril secukupnya.
5. sufratulle atau yang sejenisnya.
6. Betadine sol 1 buah.
7. Spuit 3 ml 1 buah.Needleno. 26 1 buah.
8. Salep Antibiotik 1 buah.
9. Salep bioplacenton ( bila sirkumsisi menggunakan tehnik Cauter)
10. Alkohol .
11. Plester.


Persiapan Sirkumsisi :

1. Lakukan tindakan septic dan antiseptic, dengan membersihkan daerah penis
menggunakan betadine Sol dari arah dalam dengan memutar keluar.
2. Oles penis dengan kasa alcohol sebelum dilakukan anastesi.
3. Pasang kain duk bolong untuk mempermudah tindakan dan membatasi daerah steril.
4. Lakukan suntikan blok saraf didaerah Nervus Dorsalis, tegak lurus di pangkal penis, sampai terasa seperti menembus kertas / berarti telah menembus fasia buck.
Lakukan aspirasi untuk meyakinkan bahwa suntikan tidak masuk ke pembuluh darah.lalu suntikan zat anastesi 1 – 3 ml.
5. Lakukan suntikan Infiltrasi pada prenulum dibawah penis (ring block), lakukan aspirasi dan bila tidak ada darah, suntikan zat anastesi 1 – 2 ml.
6. Tunggu efek maksimal anastesi (kira-kira 5 menit, bila sudah mulai bekerja dapat dilakukan melepaskan perlengketan prepusium dengan hati-hati.
7. Bersihkan gland penis dari smegma dengan kassa steril.
8. Oleskan betadine sol didaerah glan penis.


Macam-macam Tehnik Sirkumsisi.

A. Tehnik operasi Dorsumsisi.

Tahapan tindakan

:1. Prepusium dijepit pada lokasi jam 11, 1 dan jam 6.
2. Prepusium diinsisi diantara jam 11 dan jam 1 kearah sulkus koronarius glandis,dan
sisakn mukasa –kulit kira-kira 2 – 3 mm dari bagian distal sulkus, kemudian buat
tali kendali.
3. Lakukan insisi secara melingkar kea rah kira dan kanan sejajar dengan sulkus.
4. Pada bagian frenulum (di bawah penis) insisi dibuat agak meruncing.
5. Lakukan pengikatan pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan.
6. Buat tali kendali di jam 3 dan jam 9.
7. Lakukan penjahitan di frenulum antara mukosa dengan kulit membentuk angka 8.
8. Lakukan penjahitan mukosa – kulit di sekeliling penis.
9. Beri salep antibiotic di sekeliling luka.
10. Beri Sufratulle di sekeliling luka.
11. Tutup luka dengan kassa steril dan diplester.


B. Tehnik Operasi Guillotine / klasik.
Adalah tehnik sirkumsisi dengan cara dilakukan penjepitan antara prepusium secara melintang pada sumbu panjang penis, kemudian prepusium yang berada diatas klem dipotong,

Tahapan tindakan :

1. Setelah prepusium dipotong, lakukan pengikatan pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan.
2. Lakukan penjahitan di frenulum antara mukosa dengan kulit membentuk angka 8.
3. Lakukan penjahitan mukosa – kulit di sekeliling penis.
4. Beri salep antibiotic di sekeliling luka.
5. Beri Sufratulle di sekeliling luka.
6. Tutup luka dengan kassa steril dan diplester


C. Tehnik Operasi dengan Cauter.
Adalah tindakan sirkumsisi dengan menggunakan alat cauter(sekarang sudah tersedia dengan berbagai Merk).Kelebihan alat tersebut adalah hampir tidak terjadi perdarahan, karena pemotongan prepusium dilakukan dengan menggunakan mata cauter yang membara, sehingga akan langsung menghentikan perdarahan.

Tahapan Tindakan :

1. Batasi gland penis dan prepusium yang akan dipotong dengan menjepit menggunakan Klem peans lurus panjang sehingga pada saat dicauter tidak akan mengenai gland penis.
2. Lakukan pemotongan prepusium dengan mata cauter secara hati-hati.
3. Olesi dengan Bioplacenton luka bekas Cauter, karena ini merupakan luka bakar.
4. Lepaskan klem, dorong penis secara hati-hati sampai gland penis terlihat.
5. lakukan penjahitan di sekeliling
6. Lakukan penjahitan mukosa – kulit di sekeliling penis.
7. Beri salep antibiotic di sekeliling luka.
8. Beri Sufratulle di sekeliling luka.
9. Tutup luka dengan kassa steril dan diplester

PENANGGULANGAN KERACUNAN AKUT

PENANGGULANGAN KERACUNAN AKUT
Insidensi Dan Etiologi

Intoksikasi obat dapat timbul akut atau kronik. Dapat terjadi akibat usaha bunuh diri (tentamen Suicide), pembunuhan (homicide), maupun kecelakaan tidak sengaja (accident). Pada orang dewasa keracunan obat umumnya akibat bunuh diri, kebanyakan dilakukan oleh wanita muda (10 – 30 tahun).Penyebab keracunan pada orang dewasa terbanyak adalah insektisida fosfat organic (IFO), analgetika, minyak tanah, sedative-hipnotika, bahan korosif, dan pestisida lain (hidrokarbon klorin dan racun tikus). Pada anak terbanyak karena terminum minyak tanah.

Diagnosis
Pada setiap penderita yang sebelumnya tampak sehat, kemudian mendadak timbul gejala-gejala : koma, kejang-kejang, syok, sianosis, psikosis akut, gagal ginjal akut atau gagal hati akut, tanpa diketahui penyebabnya, pikirkan kemungkinan terjadinya keracunan akut.

Anamnesis
• Usahakan mendapatkan nama, jumlah bahan, serta saat penderita meminum obat.
• Tanya bekas-bekas bungkus, tempat, atau botol obat, resep terakhir, serta surat-surat yang mungkin baru saja ditulis.
• Tanya riwayat perselisihan dengan keluarga, teman dekat, teman sekantor tau ada tidaknya masalah ekonomi yang berat.
• Tanyakan usaha pengobatan yang telah dilakukan.

Pemeriksaan fisik
• Ukur tekanan darh,nadi, suhu dan frekuensi pernapasan.
• Tentukan tingkat serta sifat-sifat gangguan kesadaran penderita.
• Lakukan pemeriksaan fisik yang teliti, dan cari gejala-gejala keracunan yang mungkin timbul.
Sebagai contoh :
• Koma yang tenang (kalem) : golongan sedative-hipnotika
• Koma dengan gelisah sampai kejang-kejang : alcohol, INH, maupun insektisida hidrokarbon klorin.
• Adanya luka-luka sekitar mulut : bahan korosif.
• Adanya hipersalivasi, hiper hidrosis, pupil miosis :insektisida fosfat organic (IFO)

Pemeriksaan laboratorium
• Laboratorium rutin (darh, urin, feses, lengkap)tidak banyak membantu.
• Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah : keracunan nitrit. Kadar barbiturat plasma : penting untuk penentuan derajat keracunan barbiturate.
• Pemeriksaan toksikologi :
1. Penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk “visum et repertum”
2. Bahan diambil dari :
- muntuhan penderita / bahan kumbah lambung yang pertama (100 ml)
- urine sebanyak 100 ml
- darah tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml.

.PERTOLONGAN PERTAMA.

Sangat tergantung pada cara racun masuk ke dalam tubuh penderita.
A.Racun yang tertelan.
1. Baringkan penderita ditempat datar.
2. Usahakan untuk memuntahkan racun dengan cara :
- Merangsang faring dengan ujung telunjuk , pangkal sendok,
- Dengan memberi minum 15 -30 ml sirupipecac diikuti setengah gelas air minum, pada anak lebih dari 1 thun diberikan 150 cc, sedangkan pada anak 6 bulan sampai 1 tahun,10 cc dan tidak boleh diulang.
- Selanjutnya berikan karbon aktif (norit) sebanyak 25 – 40 gram. Pada anak 1 gram / Kg BB.

Kontraindikasi :
1. Kejang-kejang.
2. Koma.
3. Tertelan bahan korosif.
4. Tertelan bahankorosif (asam atau basa kuat).
5. Tertelan minyak (minyaktanah, bensin, minyak cat atau thinner).

B. Racun yang dihirup.
1. Bawa penderita segera ke udara bebas.
2. Berikan oksigen secepatnya, kalau perlu dilakukan pernapasan buatan.

C. Keracunan melalui kulit.
1. Bersihkan kulit yang terkena dengan air mengalir air keran) atau air pancuran (shower)
2. Selama melepas pakaian,tubuh penderita tetap diguyur dengan air.
3. kulityang terkena disabuni sebersih mungkin.
4. jangan lupa mengeramasi rambut penderita.

D. Keracunan melalui mata.
1. Lipat kelopak mata keluar.
2. Segera bersihkan mata dengan air mengalir sekitar 15 menit.


PENATALAKSANAAN DARURAT UMUM

• Dikerjakan bersama-sama dengan tindakan diagnostic, setelah pertolongan pertama selesai dikerjakan.
• Tujuan piñata laksanaan umum.
- tindakan dasar untuk menyelamatkan kehidupan penderita.
- Mencegah penyerapan racun dengan cara menghambat absorpsi dan menghilangkan racun dari dalam tubuh.
- Menawarkan racun dengan antidotum (bila ada).


I.Resusitasi (ABC).
A. Airway atau jalan napas.
Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender, gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”, alat penghisap lender. Posisi kepala ditengadahkan(ekstensi),bila perlu lakukan pemasangan pipa endotrakheal.

B. Breathing = pernapasan.
Jaga agar pernapasantetap dapat berlangsung dengan baik.

C. Circulation = peredaran darah.
Tekanan darah dan nadi dipertahankan dengan infuse D – 5, PZ atau RL, kalau perlu dengan cairan koloid (Expafusin atau Dextran). Bila terjadi “ cardiac arrest’ dilakukan RJP.

II. Eliminasi.
Bertujuan menghambat penyerapan racun,kalau dapatmenghilangkan bahan racun atau hasil metabolismenya dari tubuh penderita.
1. Emesis, merangsang penderita supaya muntah dengan cara :
- mencolok farings dengan telunjuk atau pangkal sendok.
- Minum sirup ipecac 15 – 30 ml., karbon aktif (norit ) baru boleh diberikan setelah emesis terjadi.
Kontraindikasi pemberian ipecac :
• Kesadaran menurun.
• Keracunan bahan korosif.
• Keracunan minyak tanah.
• Obat-obatan konvulsan.

2. Katarsis (“intestinal lavage “), dengan laksans.
Untuk racun yang tidak dapat diserap melalui saluran cerna atau diduga telah sampai di usushalus dan usus tebal.
Kontraindikasi tindakan intestinal lavage :
- keracunan bahan korosif, adanya dugaan kelainan elektrolit.
Bahan laksans yang berbahaya untuk dipakai rutin : laksans iritan, cairan hipertonik, MgSO4.
Beberapa bahan laksans yang dapat dipakai secara aman :
1. -Na. ulfat : 30 gram dalam 20 – 250 ml air (1 gelas)
2. na. fosfat (fleet’s Phospho-soda’) 15 – 60 ml diencerkan sampai seperampatnya.
3. Sorbital / manitol (20 -4 %) : 100 – 20 ml.

3. Kubah Lambung (gastric lavage).
Indikasi :
- Emesis tidak berhasil.
- Keadaran menurun.
- Tidak kooperatif.

Paling efektif bila KL dikerjakan dala 4 jam setelah keracunan.
Kontraindikasi :
- Keracunan bahan korosif.
- Keracunan minyak tanah.
- Keracunan bahan konvulsan.
- Adanya gangguan elektrolit.
KL dilakukan dengan pipa lambung besar no. 22, 32 atau pipa Lavine no. 12. Pada anak dengan ukuran Fr 8 – 12. Pemberian cairan untuk KL tidak bo
Boleh terlalu banyak, karena dapat menambah kecepatan penyerapan obat yang telah masuk.
Komplikasi KL :
- Aspirasi pneumonia.
- Perforasi.
- Perdarahan.
- Trauma psikis.
- Gagging dan cardiac arrest.


Catatan ;Emesis, Katarsis, dan Kumbah Lambung hanya dilakukan pada keracunankurang dari 4 jam. Pada koma derajat sedang sampai brat (tingkat III –IV), juga pada keracunan minyak tanah atau bensin, KL dikerjakan dengan bantuan pipa endotrakeal berbalon, untuk mencegh pneumonia aspirasi.

PENANGANAN KEJANG PADA ANAK

PENANGANAN KEJANG PADA ANAK
KEJANG DEMAM PADA ANAK

Kejang Merupakan keluhan yang terbanyak ditemukan diantara semua penyakit bneurologik pada anak, sebaiknya diartikan sebagai gejala dari proses dasarsebagai penyakit yang mempengaruhi timbulnya gejala tersebut.
Kejang adalah perubahan diluar kemauan yang berlangsung episodic dari kesadaran , aktifitas motorik, sifat, rasa, atau fs. Otonom.
Manifestasi klinik dari kejang berbeda-beda tergantung dari tempat cetusan atau focus dari rangsang yang terjadi di dalam otak. Kejang fokal berasal dari suatu daerah tertentu di dalam korteks serebri dan manifestasi klinik berupa kejang motorik / sensorik, cetusan di dalam L. Temporal membberikan manifestasi klinik berupa gangguan psikomotorik dan sebgainya.

Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terdapat pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal > 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Definisi ini masih banyak kritik dan sanggahan.

Manifestasi Klinik
Livingstone membuat criteria dan membagi Kejang Demam atas 2 golongan yaitu :
1. Kejang Demam Sederhana.
2. Epilepsi yang diprovokasi ole demam.

Criteria Livingstone telah dimodifikasi sebagai pedoman untuk membuat Kejang Demam Sederhana, yaitu ;
1. Umur anak ketika kejang : 6 bulan s/d 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang demam bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal. Tak menunjukkan keluhan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidka melebihi 4 kali.

Bila salah satu dari criteria tak dipenuhi pada anak yang menderita Kejang Demam, maka penderita tersebut dimasukkan golongan Epilepsi yang diprovokasi demam. Suhu yang tinggi merupakan suatu keharusan pada Kejang Demam Sederhana yang tidak dijelaskan di dalam criteria Livingstone Pada Epilepsi yang diprovokasi oleh demam kenaikan suhu tubuh hanya berlaku sebagai pencetus dari kejang.

Penanggulangan :
A. Penanggulangan pada masa akut (dalam keadaaan demam) ---Status Konvulsi, kejang lama dan berulang.
B. Penanggulangan jangka panjang (dalam keadaan tidak kejang.)

Beberapa langkah yang harus cepat dilakukan :
A. Memberantas kejang secepatnya.
BB < 10 kg : 0,5 – 0,75 mg / kg BB / x
10 – 20 kg : 0,5 mg / kg BB / x
BB > 20 kg : 0,5 mg / kg BB /x
Min : 2,5 mg / x
Max : < 5 thn ------ 5 mg /x
 5 thn ----- 10 mg / x
Tunggu 15 menit, bila tak berhenti dapat diulang dengan dosis sama dan cara i.m (maksimal 3 x pemberian!!!)

B. Bila tidak ada diazepam diganti dengan fenobarbital (im).
Dosis :
Neonatus : : 30 mg.
1 bulan – 1 tahun : 50 mg.
> 1 tahun : 50 mg.

Bila kejang tidak berhenti dalam 15 menit dapat diulang :
Neonatus : 15 mg.
1bulan – 1 tahun : 30 mg.
> 1 tahun : 5 mg.
Hati-hati pemberian hanya sampai 2 kali !!!!!.

C. Pilihan ketiga adalah difenil Hidantoin / dilantin (iv).
Harus dengan monitoring denyut jantung.
Bila dengan pengobatan diatas, kejang masih tidak dapat diatasi maka penderita harus di rawat di ruang Intensif

PROSEDURE INTUBASI ENDOTRAKEAL

PROSEDURE INTUBASI ENDOTRAKEAL



Tujuannya adalah untuk menegakkan patensi jalan napas
Indikasi :
Kebutuhan akan ventilasi mekanik
Kebutuhan higienepolmunerKemungkinanKomplikasi
Kemungkinan aspirasi
Kemungkinan obstruksi jalan napas bagian atas
Pemberian anestesi
Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi yang absolute, namun demikian edema jalannapas bagian atas yang buruk atau fraktur dari wajah dan leherdapat memungkinkan dilakukan intubasi

Kemungkinan Komplikasi
• Memar, laserasi, dan abrasi
• Perdarahan hidung (dengan intubasi nasotrakeal)
• Obstruksi jalan napas (herniasi manset, tube kaku)
• Sinusitis(dengan nasotrakeal tube)
• Ruptur trakeal
• Fistula trakeoesofageal
• Muntah dengan aspirasi,gigi copot,atau rusak
• Disritmia jantung

Peralatan

• ETT dalam berbagai ukuran
• Stylet (sejenis kawatyang dimasukkan ke dalam kateter atau kanula dan menjaga kanula tersebut agar tetap kaku/tegak)
• Laringoskop, bengkok dan berujung lurus
• Forsep Macgill (hanya untuk intubasi nasotrakeal)
• Jelli anestesi
• Kasa busa 4 x 4
• Spuit 10 ml
• Jalan napas orofaringeal
• Resusitasi bag dengan adapter dan masker yang dihubungkan dengan tabung oksigen dan flow meter
• Suction
• Kanul penghisap dengan sarung tangan
• Ujung penghisap tonsil Yankauer
• Plester 1 cm
• Mesin monitor jantung
• Peralatan henti jantung

Prosedur

1. Ingatkan ahli terapi pernapasan, dan siapkan alat ventilator atas set oksigen seperti yang dianjurkan dokter.

2. Jelaskan prosedur pada pasien, jika mungkin. Pasang restrain jika diperlukan.

3. Yakinkan bahwa pasien mendapatkan terapi intravena yang stabil.

4. Tempatkan peralatan hentijantung di sisi tempat tidur.

5. Periksa untuk meyakinkan bahwa peralatan penghisap (suction) danambu bag sudah tersedia dan berfungsi dengan baik. Hubungkan ujung penghisap Yankauer pada sumbernya.

6. Jika pasien tidak dalam monitor jantung, hubungkan pada monitor atau EKG.

7. Pindahkan alas kepala dan tempatkan pasien sedekat mungkin dengan bagian atastempat tidur. Pasien harus dalam posisi sniffing, leher dalam fleksi dengankepala eskstensi. Hal inidapat dicapai dengan menempatkan 2-4 inci alas kepala dileher belakang.

8. Siapkan laringoskop.

9. Siapkan ETT, dan kembangkan manset / balonnya untuk mengetahui adanya kebocoran dan pengembangan yang simetris.

10. Basahi ujung distaldari ETT dengan jelli anestetik.

11. Masukkanstylet ke dalam tube, yakinkan untuk tidak menonjolkan keluar dari ujung ETT.

12. Persiapan untuk memberikan obat-obatan IV (diazepam)

13. Pegang dengan bagian probe dan stylet pada tempatnya, laringoskop dengan posisi mengarah jalan napas orofaringeal.

14. Observasi dan berikan dukungan pada pasien. Pertahankan terapi IV dan awasi adanya disritmia.

15. Berikan tekanan pada krikoid selama intubasi endottrakeal untuk melindungi regurgitasi isi lambung. Temukan kartilago krikoid dengan menekan raba tepat di bawah kartilago tiroid (Adam apple). Bagian inferior yang menonjol kea rah kartilago adalah krikoid kartilago.Berikan tekananpada bagian anterolateral dari kartilago tepat sebelah lateral dari garis tengah, gunakan ibu jari dan telunjuk. Pertahankan tekanan sampai manset endotrakeal dikembangkan.

16. Setelah ETT pada tempatnya, kembangkan manset denga isi yang minimal sebagai berikut;

* Selama inspirasi (bag resusitasi manual atau ventilatory) masukkan dengan perlahan udara ke dalam garis manset. Tahan manset yang telah dikembangkan selama siklus ekspirasi.

* Ulangi dengan perlahan pengembangan mansetselama siklus inspirasi tambahan.

* Akhiri mengembangkan manset bila kebocoran sudah terhenti.

17. Lakukan penghisap dan ventilasi.

18. Untuk memeriksa posisi ETT, lakukan auskultasi bunyi napas.

19. Fiksasi ETT pada tempatnya.



Tindak lanjut
Pastikan bahwa ETT telah terfiksasi denganbaik dan pasienmendapat ventilasi yang adekuat, kaji sumber oksigenatau ventilator.


Bila Artikel ini berkenan bagi Anda
Silahkan DownLoad
Disini
0 komentar Link ke posting ini
Label: Emergensi
Prosedure Pemasangan Infus


Pengertian : Adalah memasukkan cairan ( obat atau makanan ) dengan tetesan dalam jumlah yang banyak dan waktu yang lama ke dalam vena dengan menggunakan perangkat infuse ( infuse set ) secara tertetes.

Tujuan :
1. Sebagai pengobatan
2. Mencukupi kebutuhan tubuh akan cairan dan elektrolit.
3. Sebagai makanan untuk pasien yang tidak dapat / tidak boleh makan melalui mulut.

Indikasi pemasangan infuse pada pasien :
1. Dehidrasi.
2. Syock.
3. Intoksikasi berat.
4. Pro dan pasca operasi.
5. Sebelum transfuse darah.
6. Yang tidak bisa makan / minum melalui mulut.
7. Yang memerlukan pengobatan tertentu.

Persiapan alat-alat :
1. Infus set steril.
2. Cairan infuse yang dibutuhkan.
3. Bidai dan balutan bila perlu.
4. Tiang infuse dan gantungan botol.
5. Plester dan gunting.
6. IV Chateter sesuai ukuran.
7. Veca C (plester kusus untuk infuse).
8. Jam tangan untuk menghitung tetesan permenit.
9. Alat tulis untuk mencatat.

Cara bekerja :
1. Memeberitahu dan menjelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
2. Membawa alat-alat ke dekat pasien.
3. Membuka pakaian pada daerah yang akan dipasang infuse.
4. Bentangkan alas dibawah anggota badan yang akan dipasang infuse.
5. Gantungkankan botol cairan pada tiang infuse.
6. Gunakan sarung tangan.
7. Hapus hamakan tutup botol infuse dengan kapas alcohol.
8. Buka set infuse, pasang pada botol infuse.
9. Buka klem penjepit, alirkan cairan melalui slang infuse hingga penuh sampai bebas dari udara, kemudian jarum infuse dan klem ditutup.
10. Anggota badan yang akan diinfus di bendung (stuwing) dengan menggunakan karet pembendung sehingga vena terlihat jelas.
11. Mengsterilkan kulit dengan menggunakan kapas alcohol.
12. Menusukkan jarum infuse (IV Chateter/Abbocath) ke dalam vena dengan lobang jarum mengarah keatas. Bila darah mengalir kedalam Abbocath menandakan jarum tepat masuk kedalam vena. Karet pembendung di lepas kemudian klem dilonggarkan untuk melihat kelancaran cairan infuse mengalir.
13. Hitung tetesan cairan sesuai kebutuhan.
14. Fixasi pangkal Abbocath dengan Veca-C/plester. Sebelumnya beri bethadine terlebih dahulu.
15. Pasang bidai bila perlu.
16. Rapihkan pasien.
17. Bereskan alat-alat.
18. Mencatat : nama pasien, no. kamar, tanggal dan jam pemberian, macam dan jumlah cairan yang diberikan, jumlah tetesan permenit, tanggal dan jam berakhirnya pemberian cairan,nama perawat yang melaksanan perasat, nama dokter yang memberikan instruksi
19. Mencuci tangan.


Yang harus diperhatikan :
1. sterilisasi dalam tindakan agar tidak terjadi infeksi.
2. Reaksi pasien selama 15 menit pertama setelah pemasangan infuse. Jika ada reaksi timbul, infuse harus segera di stop, kemudian lapor kepada penanggung jawab / dokter sambil menunggu instruksi selanjutnya.
3. Tetesan harus lancer sesuai instruksi.
4. Cairan infuse tidak boleh sampai kosong agar udara tidak masuk ke dalam set infuse.
5. Pada botol infuse yang menggunakan jarum udara, pada waktu mengganti botol infuse, jarum udara harus ditusukkan terlebih dahulu.

Kondisi berbahaya bila :
1. Emboli udara.
2. Infeksi.
3. Edema paru-paru.
4. Trauma vena yang dapat mengakibatkan haematoma.

Anastesi Untuk Khitan

Anastesi Untuk Khitan
Anestesi

Sircumsisi pada umumnya menggunakan anestesi lokal, teknik anastesi yang dipakai biasanya blok, infiltrasi atau gabungan keduanya.

Anestesi Pada Sirkumsisi metode Flashcutter

Khitan dengan Flashcutter dapat dilakukan anestesi dengan teknik Infiltrasi maupun

blok. Bergantung pada kondisi atau kebiasaan dengan mempertimbangkan kelebihan

dan kekurangan masing-masing.

Anestesi Infiltrasi

Daerah penyuntikan disesuaikan dengan lokasi persarafan.

Secara anatomis, cabang-cabang saraf yang mempersarafi penis berada pada sekitar jam 11 dan jam 1, cabang cabangnya sekitar di jam 5, jam 7 serta daerah frenulum.

Lokasi penyuntikan adalah sekitar ½ - 2/3 proksimal batang penis secara subkutis agak kedalam sedikit agar obat masuk ke tunika albuginea.

Jarum disuntikan di daerah dorsum penis proksimal secara sub kutan, gerakkan kekanan, aspirasi, tarik jarum sambil menginjeksikan cairan anestesi, jarum jangan sampai keluar kemudian arahkan jaruh ke lateral kiri, ulangi seperti lateral kanan. Kemudian jarum injeksikan di daerah ventral dan lakukan infiltrasi seperti diatas sehingga pada akhirnya terbentuk Ring Block Massage penis, karena obat anestesi membutuhkan waktu untuk bekerja. Tunggu 3-5 menit kemudian dilakukan test dengan menjepit ujung preputium dengan klem. Apabila belum teranestesi penuh ditunggu sampai dengan anestesi bekerja kira-kira 3-5 menit berikutnya.

Pada batas tertentu bila dipandang perlu dapat dilakukan tambahan anestesi.

ANASTESI BLOK

Bertujuan memblok semua impuls sensorik dari batang penis melalui pemblokiran nervus pudendus yang terletak dibawah fasia Buch dan ligamentum suspensorium dengan cara memasukkan cairan anestesi dengan jarum tegak lurus sedikit diatas pangkal penis, diatas simfisis osis pubis sampai menembus fasia Buch.

Obat anestesi

Yang banyak digunakan adalah Lidokain HCL2%, baik yang ditambah adrenalin (Pehacain) ataupun tidak. Untuk anestesi infiltrasi dapat diencerkan sampai 0,5% dengan aquabides, dimaksudkan untuk mengurangi resiko intoksikasi obat. Dapat pula lidokain dioplos dengan markain dengan perbandingan 50-70:30-50, untuk mendapatkan onset cepat dan durasi yang lama.

Reaksi toksik dapat terjadi karena kesalahan penyuntikan sehingga obat masuk ke pembuluh darah atau karena dosis yang terlampau tinggi

PENANGANAN SYOK

Definisi
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.

Patofisiologi

Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera (Immediate type reaction).
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators. Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.

Alergen
Terr menyebutkan beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan alergen lain yang tidak bisa di golongkan.
Allergen penyebab Anafilaksis Makanan
Krustasea: Lobster, udang dan kepiting
Moluska : kerang Ikan Kacang-kacangan dan biji-bijian Buah beri Putih telur Susu
Obat Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin
Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginase Vaksin dan Darah
Toxoid : ATS, ADS, SABU Ekstrak alergen untuk uji kulit Dextran
Antibiotika: Penicillin, Streptomisin, Cephalosporin, Tetrasiklin, Ciprofloxacin, Amphotericin B, Nitrofurantoin.
Agent diagnostik-kontras: Vitamin B1, Asam folat Agent
anestesi: Lidocain, Procain,
Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine, Acetil cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT Bisa serangga Lebah Madu, Jaket kuning, Semut api Tawon (Wasp). Lain-lain Lateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid

Gejala klinis
Anafilaksis merupakan reaksi sistemik, gejala yang timbul juga menyeluruh.
Gejala permulaan: Sakit Kepala, Pusing, Gatal dan perasaan panas Sistem Organ Gejala Kulit Eritema, urticaria, angoedema, conjunctivitis, pallor dan kadang cyanosis Respirasi Bronkospasme, rhinitis, edema paru dan batuk, nafas cepatdan pendek, terasa tercekik karena edema epiglotis, stridor, serak, suara hilang, wheezing, dan obstruksi komplit. Cardiovaskular Hipotensi, diaphoresis, kabur pandangan, sincope, aritmia dan hipoksia Gastrintestinal Mual, muntah, cramp perut, diare, disfagia, inkontinensia urin SSP, Parestesia, konvulsi dan kom Sendi Arthralgia Haematologi darah, trombositopenia, DIC

Diagnosis
Anamnesis Mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ) Timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu.
Fisik diagnostik Keadaan umum : baik sampai buruk Kesadaran Composmentis sampai Koma Tensi : Hipotensi, Nadi:Tachycardi, Nafas : Kepala dan leher : cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita, perioral, rhinitis Thorax aritmia sampai arrest Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing, Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat Ekstremitas : Urticaria, Edema ekstremitas Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Hitung sel meningkat Hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia naik/ normal / turun. X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug, EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia, Kimia meningkat, sereum triptaase meningkat

Diagnosis banding:
- Syok bentuk lain
- Asma akut
- Edema paru dan emboli paru
- Aritmia jantung
- Kejang
- Keracunan obat akut
- Urticaria
- Reaksi vaso-vagal

Penatalaksanaan dan Management syok anafilaktik
- Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis
- Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat atau sengatan hewan
longgarkan 1-2 menitn tiap 10 menit.
- Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari kepala (posisi shock)
dengan alas keras.
- Bebaskan airway, bila obstruksi intubasi-cricotyrotomi-tracheostomi
- Berikan oksigen, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila tidak bia persiapkandari
mulut kemulut
- Pasang cathether intra vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atau Nacl fisiologis,
0,5-1liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring dengan Tensi dan produksi urine
- Pertahankan tekanan darah sistole >100mmHg diberikan 2-3L/m2 luas tubuh /24 jam
Bila 100 mmHg 500 cc/ 1 Jam
- Bila perlu pasang CVP

Medikamentosa I.
Adrenalin 1:1000, 0,3 –0,5 ml SC/IM lengan atas , paha, sekitar lesi pada venom, Dapat diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit, Pemberian IV pada stadium terminal /pemberian dengan dosis1 ml gagal , 1:1000 dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan 1-2 ml selama 5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB)

Medikamentosa II.
Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50 mg dosis tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam selama 48 jam, bila tetap sesak + hipotensi segera rujuk, (anak :1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200mg IV

Medikamentosa III.
Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg BB dilarutkan dalam 10 ml garam faali atau D5, IV selama 20 menit dilanjutkan 0,2 –1,2 mg/kg/jam IV. Corticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg selama 4-6 jam, pemberian selama 72 jam .Hidrocortison IV, beri cimetidin 300mg setelah 3-5 menit Monitoring
Observasi ketat selama 24 jam, 6jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik
- Klinis : keadaan umum, kesadaran, vital sign, produksi urine dan keluhan
- Darah : Gas darah
- EKG Komplikasi (Penyulit) Kematian karena edema laring , gagal nafas, syok dan cardiac
arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler. Urtikaria dan
angoioedema menetap sampai beberapa bulan, Myocard infark, aborsi dan gagal ginjal juga
pernah dilaporkan.

Prevensi (Pencegahan)
- Mencegah reaksi ulang
- Anamnesa penyakit alergi px sebelum terapi diberikan (obat,makanan,atopik)
- Lakukan skin test bila perlu
- Encerkan obat bila pemberian dengan SC/ID/IM/IV dan observasi selama pemberian
- Catat obat px pada status yang menyebabkan alergi
- Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik.
- Desensitisasi alergen spesifik
- Edukasi px supaya menghindari makanan atau obat yang menyebabkan alergi
- Bersiaga selalu bila melakukan injeksi dengan emergency kit Prognosis Bila penanganan cepat,
klinis masih ringan dapat membaik dan tertolong

Algoritme Management Penderita Syok Anafilaktik Ringan:
- Baringkan dalam posisi syok, Alas keras
- Bebaskan jalan nafas
- Tentukan penyebab dan lokasi masuknya
- Jika masuk lewat ekstremitas, pasang torniquet
- Injeksi Adrenalin 1:1000 – 0,25 cc (0,25mg) SC Sedang
- Monitor pernafasan dan hemodinamik
- Suplemen Oksigen
- Injeksi Adrenalin 1:1000- 0,25cc(0,25mg) IM(Sedang) atau 1:10.000 –
2,5-5cc (0,25-0,5mg) IV(Berat), Berikan sublingual atau trans trakheal bila vena kolaps
- Aminofilin 5-6mg/kgBB IV(bolus), diikuti 0,4-0,9mg/kgBB/menit perdrip (untuk
bronkospasme persistent)
- Infus cairan (pedoman hematokrit dan produksi urine) Berat
- Monitor pernafasan dan hemodinamika
- Cairan, Obat Inotropik positif, Obat vasoaktif tergantung hemodinamik
- Bila perlu dan memungkin- rujuk untuk mendapat perawatan intensif RJPO § Basic dan
Advanced Life Support (RJPO) ———–Arrest Nafas dan Jantung.

DaftarPustaka

- Rab, Prof.Dr. H tabrani. Pengatasan shock, EGC Jakarta 2000, 153-161
- Panduan Gawat Darurat, Jilid I, FKUI, Penerbit FKUI Jakarta 2000, 17-18
- Ho, Mt, Luce JM, Trunkey, DD, Salber PR, Mills J, Resusitasi KardioPulmoner dan Syok,
EGC Jakarta 1990 : 76-78
- Purwadianto, A, Sampurna, B, Kedaruratan Medik, Bina Rupa Aksara, Jakarta 2000, 56-57
- Effendi, C, Anaphylaxis dalam PKB XV , Lab. Ilmu Penyakit Dalam FKUA/ RSUD Dr. Soetomo, 2000 : 91-99
- Rehata, NM, Syok Anafilaktik Patofisiologi dan penanganan dalam up date on shock, pertemuan Ilmiah
terpadu I FKUA Surabaya, 2000 : 69-75
- Barata Widjaya, KG, Imunologi Dasar ed. 3 , Penerbit FKUI, 1996: 76-80
- Sunatrio, S, Penanggulangan Reaksi Syok Anafilaksis dalam Anestesiologi, Bag. Anestesiologi dan terapi
intensif FKUI Jakarta 1990, 77-85
- Kondos, GT, Brundage, BH, Anaphylaxis dalam Don H, Decission Making in critical care,
Baltimore, 1985, 46-47
- 10.Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper, Harrison’s,
Principle’s Internal Medicine 17th Companion Handbook

Sumber : http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/29/syok-anafilaktik/

MANAGEMEN RASA NYERI Pain (Nyeri).

MANAGEMEN RASA NYERI
Pain (Nyeri).

Adalah suatu gejala penting, merupakan suatu sensani yang sangat objektif, dan sulit dikualifikasi secara tepat oleh pemeriksa. Oleh karena itu daya tahan atau persepsi orang terhadap sakit berbeda-beda. Menurut Mersley (1986) nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman perasaan sensorik dan emosional yang tidak nyaman yang dihubungkan dengan adanya kerusakan jaringan atau jaringan yang berpotensial untuk rusak atau yang dapat dikatagorikan sebagai jaringan. Klasifikasi nyeri :
1. Nyeri perifer (supervisial,dalam, referred).
2. Nyeri sentral (central pain).
3. Nyeri psycologik (psychogenic pain).

Keterangan:
1. Nyeri perifer dibagi tiga yaitu :
a. Superfisialis adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan fisik,
mekanik dan kimiawi pada kulit atau mukosa, biasanya terasa nyeri tajam
didaerah rangsang.
b. Dalam (Dee) adalah nyeri yang terjadi bila daerah viscera, sendi, pleura,
peritonium terangsang. Umumnya nyeri dalam banyak hal berhubungan dengan
referred pain, dapat mengakibatkan penderita berkeringat, kejang otot didaerah
kulit yang berjauhan dari asal nyerinya. c. Referred pain adalah nyeri
didaerah jauh dari tempat yang dirangsang, biasanya terlihat pada nyeri dalam,
yang menyebarkan nyeri kearah superfisial.
Kadang-kadang disamping rasa nyeri, terjadi kejang pada otot-otot atau
kelainan susun saraf otonom (seperti gangguan vascular) dan berkeringat yang
luar biasa. Mekanisme referred pain adalah penyebab perangsang centripetal
yang terus-menerus, internuncial nervous di sumsum tulang belakang
(spain cord) sehingga menimbulkan pusat yang terangsang, akhirnya terjadi
nyeri yang mempengaruhi sejauh segmental, sehingga otot-otot yang bersangkutan
kejang dan pembuluh darah menyempit.

2. Nyeri sentral (central pain) adalah: nyeri yang disebabkan oleh rangsangan
penyakit seperti syringomelia, tumor otak, atau perdarahan yang merangsang
medullae spinalis, brain stem (batang otak), talamus (kortex).
Ada yang menyebabkan referred pain di perifer, ada yang tidak.

3. Nyeri psikologik. Adalah nyeri tidak dapat diketemukan atau tidak diketemukan
kelainan organik, tetapi sipenderita mengeluh nyeri hebat, umumnya keluhan berupa
sakit kepala, sakit perut dan lain-lain. Anatomi neurologik tidak dapat
menjelaskan nyeri hebat dan tiap pemeriksaan sangat terpengaruh oleh kondisi
psycologik, tempat selalu berpindah-pindah dan keras nyeri selalu berubah,
sehingga seakan-akan keluhannya dibuat-buat.

TRANMISI RASA NYERI.

Rasa nyeri adalah rangsangan mekanik, physikal, atau kimiawi, pada ujung saraf, tetapi mekanismenya tidak sedemikian mudah. Karena rangsangan yang sama kerasnya pada satu orang, kelainannya mempunyai perasaan yang berbeda-beda, ada yang merasa nyeri sekali, ada yang merasa ringan saja. Rangsangan yang terus-menerus, lama kelamaan akan terbiasa sehingga rasa nyeri berkurang atau tidak dirasakan lagi. Menurut Prof Satyanegara M.D dalam bukunya teori dan terapi nyeri, berpendapat mekanisme transmisi nyeri itu cukup ruwet, ditengah perjalanan terjadi pengontrolan, maka dibawah ini akan diuraikan tentang mekanisme rasa nyeri. Sistem Oligosynaptik. Perjalanan rasa nyeri dalam anatomi neurologik, dasarnya terdiri dari tiga neuron. Yaitu : a. Neuron pertama (receptor neuron). Sel saraf ini terletak diganglia saraf perifer, neuron ini dikuasai oleh gizi. Pengontrolan sel saraf akan menghilang atau degenerasi bila sel saraf bersangkutan mati. Sel saraf diganglia spinalis yang bernama "sel bipolar" berbentuk dua buah tanduk, salah satu menuju perifer, sedang yang lainnya melalui tanduk belakang menuju kesuptansia gelatinosa (Rolando) dan sebagian berakhir pada tanduk belakang. Disini terjadi sambungan dengan neuron kedua (internuncial), perjalanan yang menuju ke perifer dan sentral dinamakan traktus dorsolateralis (lissauer). Traktus dorsolateralis pada segmen spinalis, saling mensarafi persarafan bagian atas dan bawahnya, maka meskipun gangguan sebagian di tractus spinothalamicus,disekitarnya tetap masih terasa nyeri.

Tetanus

Tetanus
1. Pengertian

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.



2. Etlologi

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 - 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit.


Epidemiologi
Kuman ini tersebar di :

* Tanah terutama tanah garapan
* Dijumpai pada tinja manusia dan hewan


Faktor pencetus :
Perawatan luka yang tidak baik merupakan faktor pencetus tersering

Patogenesis
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan keadaan anaerob yang disukai untuk tumbuhnya kuman tetanus antara lain ;

* Luka tusuk yang dalam misalnya kena paku atau duri
* Luka karena kecelakaan baik lalu lintas maupun kacelakaan kerja
* Luka ringan seperti luka gores dan excoriasi


Hipotesa bekerjanya toksin :

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dan melalui sumbu silindris menuju cornu anterior CNS
2. Toksin diabsorbsi oleh sistem limfe masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam CNS


Gejala klinis :

* Masa inkubasi tetanus 2 – 21 hari
* Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak yang bisa berupa :
* Spastisitas otot terutama pada leher dan rahang
* Kesukaran membuka mulut
* Kaku kuduk
* Kejang sepanjang ruas tulang belakang
* Bila kejang tonik sedang berlangsung maka pada daerah muka nampak berwajah seperti kera ( Rhesus sardonicus )
* Serangan timbul paroximal dapat dicetuskan oleh rangsangan suara, cahaya, maupun sentuhan tetapi dapat timbul spontan
* Karena kontraksi otot yang kuat dapat terjadi aspirasi dan cyanosis, retensio urine dan bahkan fractura columna vertebrae
* Pada anak terkadang djumpai demam ringan


Pemeriksaan

* Pada anamnesa biasanya didapatkan riwayat luka
* Pada pemeriksaan fisik didapatkan kekakuan otot menyeluruh dan kejang
* Laboratorium biasanya dijumpai leukositosis


Prosedur penatalaksanaan tetanus

SARANA

* Oksigen
* Suction aparatus


PENATALAKSANAAN

1. Penderita diterima di penerimaan awal
2. Penderita dibaringkan di triage untuk diseleksi dan pemeriksaan awal
3. Penderita dibawa ke ruang kartu merah untuk pemeriksaan lebih lanjut
4. Penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium
5. Berikan oksigen
6. Dilakukam penghisapan lendir dengan suction
7. Pasang infus RL
8. Penderita di MRS kan

Pada dasarnya, penatalaksaannya tetanus bertujuan untuk :
1. Eliminasi Kuman

* Debridement

Untuk meghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka / infeksi umbilicus, membersihkan liang telinga / mengobati otitis media

* Antibiotika

Penicilline procaine 50.000 – 100.000 IU / kg / hari IM, 1 – 2 kali sehari minimal selama 10 hari.
Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.

2. Netralisasi Toksin :

* Toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan.
* Dapat diberi TIGH 500 KI (neonatus) – 6000 KI i.m atau ATS 5000 KI – 100.000 KI.

3. Perawatan Suportif :
Perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional.
a. Nutrisi dan Cairan :

* Pemberian cairan IV disesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.
* Beri nutrisi tinggi kalori, bila perlu dengan nutrisi parenteral.
* Bila sonde nasogastric telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang), pemberian makanan per oral hendaknya segera dilaksanakan.

b. Menjaga agar pernapasan tetap efisien :

* Pembersihan saluran napas dari lendir.
* Pemberian zat asam tambahan.
* Bila perlu, lakukan tracheostomi (tetanus berat).

c. kekakuan dan mengatasi kejang :

* Antikonvulsan diberikan secara titrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respons klinis.
* Pada penderita yang cepat memburuk (serangan kejang makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi, yaitu dimulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan yang lebih tinggi.
* Bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi, harus dilakukan pelumpuhan otot secara total dan dibantu dengan pernapasan makanik (ventilator).

Asuhan Keperawatan Gastro Enteritis

Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).

Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).

Gastroenteritis adalah kondisis dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).
Dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Gstroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.

2. Etiologi

Penyebab dari diare akut antara lain :

1. Faktor Infeksi

* Infeksi Virus

o Retavirus
+ Penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahulu atau disertai dengan muntah.
+ Timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim dingin.
+ Dapat ditemukan demam atau muntah.
+ Di dapatkan penurunan HCC.

o Enterovirus
+ Biasanya timbul pada musim panas.

o Adenovirus
+ Timbul sepanjang tahun.
+ Menyebabkan gejala pada saluran pencernaan/pernafasan.

o Norwalk
+ Epidemik
+ Dapat sembuh sendiri (dalam 24-48 jam).

* Bakteri

o Stigella
+ Semusim, puncaknya pada bulan Juli-September
+ Insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun
+ Dapat dihubungkan dengan kejang demam.
+ Muntah yang tidak menonjol
+ Sel polos dalam feses
+ Sel batang dalam darah

o Salmonella
+ Semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1 tahun.
+ Menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.
+ Mungkin ada peningkatan temperatur
+ Muntah tidak menonjol
+ Sel polos dalam feses
+ Masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.
+ Organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-bulan.

o Escherichia coli
+ Baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang menghasilkan entenoksin.
+ Pasien (biasanya bayi) dapat terlihat sangat sakit.

o Campylobacter
+ Sifatnya invasis (feses yang berdarah dan bercampur mukus) pada bayi dapat menyebabkan diare berdarah tanpa manifestasi klinik yang lain.
+ Kram abdomen yang hebat.
+ Muntah/dehidrasi jarang terjadi

o Yersinia Enterecolitica
+ Feses mukosa
+ Sering didapatkan sel polos pada feses.
+ Mungkin ada nyeri abdomen yang berat
+ Diare selama 1-2 minggu.
+ Sering menyerupai apendicitis.

2. Faktor Non Infeksiosus

* Malabsorbsi
o Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa, maltosa, dan sukrosa), non sakarida (intoleransi glukosa, fruktusa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
o Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride.
o Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin.

* Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan (milk alergy, food alergy, dow’n milk protein senditive enteropathy/CMPSE).

* Faktor Psikologis
Rasa takut,cemas.


3. Patofisiologi

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.

Penularan Gastroenteritis bias melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

4. Manifestasi KLinis

* Nyeri perut (abdominal discomfort)
* Rasa perih di ulu hati
* Mual, kadang-kadang sampai muntah
* Nafsu makan berkurang
* Rasa lekas kenyang
* Perut kembung
* Rasa panas di dada dan perut
* Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).


5. Komplikasi

* Dehidrasi
* Renjatan hipovolemik
* Kejang
* Bakterimia
* Mal nutrisi
* Hipoglikemia
* Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.


6. Tingkat derajat Dehidrasi

1. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
2. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
3. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.


7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :

1. Pemeriksaan Tinja
* Makroskopis dan mikroskopis.
* pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
* Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

2. Pemeriksaan Darah
* pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium dan Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
* Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

3. Doudenal Intubation
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.


8. Penatalaksanaan Medis

1. Pemberian cairan.
2. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan : Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
3. Obat-obatan.

Download Askep Gastroenteritis di sini

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gastroenteritis

A. Pengkajian

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, psikal assessment.
Pengkajian data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah :


1. Identitas klien.

2. Riwayat keperawatan.

* Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.

* Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung,tonus dan turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.

3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita,riwayat pemberian imunisasi.

4. Riwayat psikososial keluarga.
Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.

5. Kebutuhan dasar.
* Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau jarang.

* Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.

* Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

* Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.

* Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.

6. Pemerikasaan fisik.
* Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.

* Pemeriksaan sistematik :

o Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan menurun,anus kemerahan.

o Perkusi : adanya distensi abdomen.

o Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.

o Auskultasi : terdengarnya bising usus.

* Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang.
Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.

* Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.



B Diagnosa Keperawatan


1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.

6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.



C. Intervensi

Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.

Tujuan :
Devisit cairan dan elektrolit teratasi

Kriteria hasil :
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang

Intervensi
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur infut dan output cairan (balanc ccairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.


Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.

Tujuan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi

Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual,muntah tidak ada.

Intervensi :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemerikasaan fisik abdomen (palpasi,perkusi,dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.


Diagnosa 3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.

Tujuan :
Gangguan integritas kulit teratasi

Kriteria hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada

Intervensi :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.


Diagnosa 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

Tujuan :
Nyeri dapat teratasi

Kriteria hasil :
Nyeri dapat berkurang / hiilang, ekspresi wajah tenang

Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdoment. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.


Diagnosa 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.

Tujuan :
Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil :
Keluarga klien mengeri dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.

Intervensi :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.


Diagnosa 6.
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.

Tujuan :
Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan

Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga unrtuk selalu mendampingi klien.

D. Evaluasi

1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhantubuh.
3. Integritas kulit kembali noprmal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan kelurga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.