Powered By Blogger

Rabu, 21 Juli 2010

askep asma

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO), saat ini penyandang asma di dunia mencapai sekitar 100 – 150 juta orang. Jumlah tersebut diduga akan terus bertambah sekitar 180 ribu orang pertahunnya.

Penyakit asma terbanyak diderita oleh anak-anak. Kondisi itu berpotensi menjadi masalah kesehatan yang besar dimasa depan karena asma dapat menyebabkan anak-anak kehilangan masa sekolahnya. Diketahui bahwa asma terjadi 16 % pada anak-anak di Asia, 34 % di Eropa, dan 40 % di Amerika Serikat.

Asma merupakan salah satu penyakit kronik dengan pasien terbanyak di dunia. Di Indonesia, tidak ada angka yang pasti, diperkirakan 10 % penduduknya menderita gangguan asma. Asma itu sendiri adalah gangguan inflamasi saluran napas yang ditandai dengan penyempitan saluran napas. Keluhannya dapat berupa sesak napas, napas yang berbunyi, dan batuk. Keluhan tersebut sering muncul pada pagi hari menjelang subuh.

Pengobatan asma ada yang bersifat sebagai pelega dan yang bersifat sebagai pengontrol. Pelega akan membuat saluran napas yang menyempit menjadi terbuka kembali. Sedangkan pengontrol akan membuat saluran napas tidak mudah menyempit bila ada faktor pencetus serangan asma. Obat asma yang paling aman dan efektif adalah dalam bentuk semprot atau diisap karena lansung masuk ke saluran napas, efeknya cepat, efek sampingnya minimal, dan dosisnya kecil.

Asma dapat merupakan penyakit keturunan. Riwayat asma memang merupakan faktor penting untuk mendiagnosa seseorang menderita asma atau tidak. Namun, tidak ada jaminan bahwa jika kedua orang tuanya mengindap asma, maka anaknya pasti akan menderita asma juga, demikian pula sebaliknya.

Hal yang terpenting adalah apa yang dapat menyebabkan asma tersebut menjadi kambuh dan hal itulah yang harus dihindari. Faktor tersebut dapat berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Sebagian penderita asma bisa saja sembuh dan sebagian lainnya memang harus mengonsumsi obat-obatan terus-menerus. Itu tergantung dari berat atau ringannya gangguan asma, keadaan tubuh seseorang, situasi lingkungan, dan pengobatan yang digunakan. Salah satu langkah penting yang diperlukan dalam pengobatan asma adalah pengetahuan yang baik sipenderita dan keluarganya, khususnya untuk menentukan jenis obat asma serta menghindari faktor pencetus terjadinya asma agar pemberian pengobatan dapat optimal.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pernapasan ”Asthma Bronchiale”.

2. Tujuan Khusus

a. Memperoleh pengalaman nyata dalam proses pengkajian dan penegakan diagnosa keperawatan Asthma Bronchiale.

b. Memperoleh pengalaman dalam perencanaan dan penetapan asuhan keperawatan Asthma Bronchiale.

c. Menganalisa kesenjangan antara teori dan kasus nyata serta mencarialternatif pemecahan masalah.

d. Mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah diberikan dan mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan gangguan sistem pernapasan ” Asthma Bronchiale ”.

e. Memperoleh pengkajian, analisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan dengan gangguan sistem pernapasan Asthma Bronchiale.

f. Menginplementasikan perencanaan pada klien dengan gangguan sistem pernapasan Asthma Bronchiale.

C. Manfaat Penulisan

1. Penulis

a. Meningkatkan pengetahuan penulis khususnya mengenai penyakit pada

gangguan Asthma Bronchiale.

b. Merupakan persyaratan dalam menyelesaikan Mid Semester I di Akademi

Keperawatan Yapenas 21 Maros.

2. Istitusi

a. Sebagai bahan bacaan ilmiah, dan kerangka perbandingan untuk

pengembangan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

pernapasan Asthma Bronchiale.

b. Sebagai acuan untuk mengevaluasi hasil proses belajar mengajar selama

mengikuti perkuliahan.

3. Pelayanan Keperawatan

a. Dapat menjadi masukan bagi pelayanan keperawatan dalam

meningkatkan kualitas asuhan keperawatan khususnya bagi klien yang

mengalami gangguan sistem pernapasan Asthma Bronchiale.

b. Sebagai pedoman dan petunjuk dalam melaksanakan asuhan keperawatan

dan mengembangkan kualitas pelayanan keperawatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis

1. Defenisi

Berdasarkan literatur yang diperoleh, adapun pengertian Asthma Bronchiale.

yaitu :

a. Penurunan fungsi paru & hyperrsponsivitas jalan napas terhadap rangsang. (Campbell Haggerty, 1991).

b. Gangguan imflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. (Masjoer. dkk. 2001).

c. Penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversible dimana tracea dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulus terterntu. (Brunner & Suacldar. 2002).

d. Suatu penyakit yang ditandai oleh serangan intermitten spasme bronchus disebabkan oleh ransangan alergik atau iritatif. (Himawan, 1993).

e. Adapun pengertian asma bronchial, menurut para ahli yaitu penyakit paru yang ditandai dengan :

1) Implamasi saluran napas

2) Obstruksi saluran napas yang reversible baik secara spontan maupun

dengan pengobatan.

3) Peningkatan respon saluran napas terhadap berbagai ransangan.

(Saifulloh, 1997).

2. Etiologi

Faktor-faktor penyebab Asthma Bronchiale adalah :

a. Pemacu serangan akut meliputi bermacam-macam allergen, kerja fisik, infeksi virus pada jalan napas, ketegangan emosional, perubahan iklim, dan beberapa jenis obat seperti aspirin.

b. Ketidak seimbangan modulasi (vasokontriktor & vasokontriksi) Adrenergik dan kolinergik dari bronchus.

c. Adanya riwayat penyakit keturunan.

d. Adanya alergi dengan kadar IGE yang tinggi (asma atopik) / Asma Estrensik dan pada orang dewasa (non atopik) / Asma Intrinsik.

3. Manifestasi Klinik

Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan berat derajat hiperaktifitas bronchus. Obstruksi jalan napas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan.

Gejala-gejala asma antara lain :

a. Benapas cepat dan dalam.

b. Tampak otot-otot asesoris pernapasan bekerja dengan keras.

c. Duduk dengan tangan menyanggah kedepan dan gelisah.

Adapun gejala asma yang khas yaitu :

a. Sesak dan bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan arau tampa statoskop.

b. Napas atau dada tertekan dan biasanya disertai nyeri dada.

c. Batuk produktif sering pada malam hari.

Gejala biasanya bersifat parroksimal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari.

Ada beberapa tingkatan asma sebagai berikut :

1) T. I. Secara klinis normal, gejala asma timbul bila ada faktor pencetus

2) T.II. Tampa keluhan dan tanpa kelainan pemeriksaan fisik, tetapi fungsi parunya menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan napas.

3) T. III. Tanpa keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan fungsi parunya menunjukkan tanda obstruksi jalan napas.

4) T. IV. Adanya keluhan sesakl napas, batuk berlendir, dan napas berbunyi. iksaan. Pada pemeriksaan fisis dan pemeriksaan spirometri akan ditemukan tanda-tanda obstruksi jalan napas. Dan dibagi dalam 4 derajat yaitu :

a).(1) Dapat bekerja dengan agak susah, dan tidur kadang-kadang terganggu.

(2) Dapat bekerja dengan susah paya, tidur sering kali terganggu

b).(1) Tiduran atau duduk, bisa bangun dengan agak susah, tidur terganggu.

(2) Tiduran atau duduk, bisa bangun dengan susah payah , N>120x/menit.

c). Tiduran atau duduk, tidak bisa bangun, N>120x/menit

d). Klain tidak dapat bergerak lagi dan kelelahan.

4. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi Sistem Pernapasan

1). Hidung

Merupakan saluran udara utama yang terdiri dari dua lubang (cavum nasi) yang dipisahkan oleh oleh sepum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk menyaring kotoran yang masuk ke dalam hidung, yang terdiri dari :

a) Bagian luar terdiri dari kulit

b) Bagian tengah terdiri dari otot tulang rawan

c) Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir (conchanasalis)

2). Faring

Tempat persimpangan antara jalan pernapasan dengan jalan makanan.

Letaknya di bawah dasar tengkorak di belakang rongga hidung dan mulut bersebelahan dengan ruang leher. Faring terbagi menjadi tiga bagian yaitu :

a). Nasopharynx : Ke atas dengan rongga hidung melalui perantara

lobang chonca.

b). Oropharynx : Bagian tengah yang sama tinggi dengan ismus

faucim.

c). Laringopharynx : Bagian bawah.

3). Laring

Merupakan saluran udara dan berfungsi dalam pembentukan suara. Terletak di bagian terendah dari faring. Dilapisi selaput lendir, pita suara dan epiglotis dilapisi oleh sel epitelium. Lipat mukosa terdapat dua pasang (kiri dan kanan) yaitu :

a). Plika Vokalis (pita suara sejati) akan bergetar bila ada aliran udara yang lewat atau suara.

b). Plika vokalis palsu, bergetar atau tidak menghasilkan suara pada waktu lewat.

4). Trachea

Lanjutan laring yang dibentuk dari 16 – 20 cincin, terdiri dari tulang rawan berbentuk seperti kuku kuda, bagian dalam dilapisi selaput lendir yang berbulu getar. Fungsinya mengeluarkan benda asing yang masuk bersamaan dengan udara pernapasan. Panjang trachea 9–11 cm.

5) Bronchus

Mempunyai dua percabangan pada vertebrae thorakalis IV dan V. Bronchus berjalan ke bawah ke arah tempat paru-paru, bronchus ke kanan lebih pendek dan lebih besar yang terdiri dari 3 cabang. Sedangkan bronchus kiri lebih panjang dan lebih ramping yang terdiri dari 2 cabang. Cabang bronchus yang kecil, bronchiolus dan bronchioti (terdapat gelembung-gelembung paru atau gelembung bawah), alveoli.

6) Bronchiolus

Merupakan cabang bronchus dan terdapat 2 bronchus di bagian paru-paru kiri serta 3 bronchus di paru-paru kanan, dikelilingi otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.

7) Alveolus

Merupakan unit fungsional paru-paru dan sebagai tempat pertukaran gas. Paru-paru terdiri dari 300 juta alveoli yang tersusun dalam kluster antara 15 – 20 alveoli.

b. Fisiologi Sistem Pernapasan

1) Ventilasi

Ventilasi adalah udara yang keluar masuk dari paru-paru melalui bronchus, bronchiolus, dan cabang-cabang yang kecil. Jumlah udara pada ventilasi dipengaruhi dan diatur oleh pusat pernapasan dalam otot perifer, kimiawi CSF, tekanan parsial CO2, tekanan parsial oksigen (PO2) pH, faktor seperti nyeri, suhu, emosi, dan kegiatan fisik.

2) Pertukaran Gas

Pertukaran gas terjadi antara udara dan darah dalam sistem kapiler alveolar. Pertukaran gas O2 dan CO2 dalam paru antara sel dengan lingkungannnya dan metabolisme seluler.

3) Complience, Paru, Elastic recoil, dan Resistensi jalan napas.

Complience dipengaruhi oleh berbagai faktor :

a) Besar volume paru saat pengukuran, tekanan jalan napas serta tegangan permukaan alveoli.

b) Pada inspirasi akan mengembang maka molekul surfaktan saling menjawab terjadilah peningkatan tegangan alveoli (melawan tekanan alveoli yang berlebihan).

c) Sedangkan pada saat ekspirasi alveoli kempis dan molekul surfaktan merapat maka tegangan permukaan laveoli turun (hal ini mencegah/menghambat tendensi alveoli untuk kolaps pada akhir ekspirasi).

4) Transportasi O2 dalam darah, pemindahan O2 dari paru ke seluruh tubuh dan gas CO2 dari seluruh tubuh ke paru secara normal. O2 berkaitan dengan hemoglobin pada sel darah merah dibawa ke dalam jaringan.

5. Klasifikasi

Asma yang sering dicirikan sebagai alergi idiopatik, non alergi, atau gabungan. Adapun pembagiannya yaitu :

a. Asma Alergik

Disebabkan oleh alergen-alergen yang dikenal (misalnya : serbuk, binatang, amarah, makanan, dan jamur). Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis masa lalu, eczema atau rinitis alergik

b. Asma Idiopatik atau non alergik

Serangan asma idiopatik atau non alergik menjadi berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronis atau emfisema.

c. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum mempunyai karakteristik baik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik non alergik.

6. Diagnosis penunjang

Umumnya diagnosis asthma dapat dilihat dari gejala khas, tetapi diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu :

a. Spirometri untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel, pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkhodilator hirup (linheler atau nebulizer) golongan adrenergik beta.

b. Tes provokasi bronchial untuk menunjukkan adanya hyperaktivitas bronchus. Misalnya : tes provokasi histamin, metakolen, alergen, dan kegiatan jasmani.

c. Pemeriksaan tes kulit menunjukkan adanya anti bodi IGE spesifik dalam tubuh.

d. Pemeriksaan radiologi fotothoraks umumnya normal, berfungsi untuk mengontrol komplikasi misalnya : Pneomothoraks.

e. Pemeriksaan darah

Pada fase awal serangan terjadi hipoksemia dan hipokapnia ( PaCO2 < 235 mmhg ) kemudian pada stadium yang lebih berat PaC02 justru mendekati normal sampai normakpnia, selanjutnya pada Asma yang berat terjadi hiperkapnia ( PaC02 > 45 mmhg ), hipoksemia, dan asiolosis respiratorik.

f. Pemeriksaan Sputum

Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk Asma, sedangkan neotrofit sangat dominan pada bronchitis pada pemeriksaan sputum ditemukan : eosinofit kristal, chicot leyden, spiral kursehaman.

g. Foto dada

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas yang hanya kecuringan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi Asma seperti Pneumotoraks, ateleksis dll.

7. Penatalaksanaan

a. Tujuan dari terapi medik adalah :

1). Menyembuhkan dan mengendalikan gejala Asthma

2). Mengupayakan aktivitas harian normal termasuk melakukan exercise

3). Mengupayakan serta mempertahankan fungsi paru senormal mungkin

4). Mencegah jalan nafas yang irreversible

5). Menghindari efek samping obat Asthma

6). Mencegah kekambuhan

Adapun terapi awal yang diberikan adalah :

1). Kostikosteroid hidrokartiscon 100 - 200 mg IV jika tidak ada respon segera atau pasien sedang menggunakan steroid oral dalam serangan yang sangat berat.

2). Oksigen 4 – 6 l/mnt.

3). Agonis beta 2 (salbutamol 5 mg atau fenoterol 2,5 mg atau tertalin 10 mg) inhalasi nobulasi dan pemberiannya dapat secara subcutan atau IV dengan dosis salbutamol 0,25 mg.

4). Aminophilin bolus IV 5 - 6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.

Terapi Asma kronik sebagai berikut :

1). Asma ringan

Agonis beta, 2 inhalasi bila perlu atau agosnis beta 2 oral sebelum execise atau terpapar alergen.

2). Asma sedang

Anti inflamsi setiap hari dan agonis beta 2 inhalasi bila perlu.

3) Asma berat

Steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau agonis beta dan long akting steroid oral selang hari atau dosis tunggal harian dan agonis beta 2 inhalasi sesuai kebutuhan.

b. Penatalaksanaan Perawat

1) Mengobservasi tanda-tanda vital

2) Memberikan posisi yang menyenangkan yaitu posisi semi fowler.

3) Menganjurkan klien batuk yang efektif.

4) Menganjurkan klien untuk banyak minum air hangat.

5) Menciptakan lingkungan yang tenang

6) Memberikan penjelasan tentang proses penyakitnya.

7) Memberikan dan menganjurkan makanan yang seimbang dan bergizi.

8) Menjelaskan kepada klien tentang pentingnya istirahat tidur.

9) Mengkaji pola napas klien dengan mencatat adanya bunyi napas tambahan seperti ronchi.

10) Meyakinkan atau memberi kepercayaan diri klien bahwa penyakitnya dapat sembuh jika mengikuti program pengobatan.

11) Mengkaji pola tidur klien

12) Gunakan teknik pengisapan dan perawatan jalan napas steril untuk mencegah kontaminasi tatrogenik dan infeksi

13) Memberikan terapi O2.

14) Menjelaskan aktifitas yang ditoleransi.

15) Diskusi tentang gejala-gejala penyakit.

16) Ajarkan teknik relaksasi otot.

17) Jelaskan prosedur yang dilaksanakan.

18) Kaji tingkat kecemasan.

c. Penatalaksanaan Gizi

Pemberian nut risi pada klien yaitu :

1) Dengan memberikan porsi makanan kecil tapi sering.

2) Menghindarkan makanan yang panas atau sangat dingin.

3) Memberikan perawatan oral sesering mungkin.

d. Penatalaksanaan Fisiotrapi

1) Pemebrian O2 sesuai kebutuhan

2) Pemberian kortikosteroid

3) Mengurangi sekresi mokus.

4) Pemberian bronchodilator.

5) Membuang sekresi, mempernbaiki ventilasi dan meningkatkan efisiensi otot-otot pernapasan.

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktifitas/istirahat

Gejala : - Keletihan, kelelahan, malaise.

- Ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas setiap hari sulit bernapas.

- Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi fowler.

- Dispenea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau latihan.

Tanda : - Keletihan

- Gelisah, insomnia.

- Kelemahan umum/kelihan massa otot

b. Sirkulasi

Gejala : - Pembengkakan pada ekstremitas bawah.

Tanda : - Peningkatan TD.

- Peningkatan frekwensi jantung, distripana.

- Bunyi jantung redup berhubungan dengan peningkatan anterior posterior dada.

- Warna kulit / membran mukosa, normal atau abu-abu strepsionosis.

- Pucat dapat menunjukkan anemia.

c. Intensitas ego

Gejala : - Peningkatan faktor resiko.

- Perubahan pola hidup.

Tanda : Ansietas, ketakutan, peka ransang

d. Makanan / cairan

Gejala : - Mual / muntah.

- Nafsu makan buruk/anoreksida.

- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.

Tanda : - Kulit baik.

- Berkeringat

- Penurunan massa otot / lemak subkutan

- Aktifitas abdominal dapat menyatakan hepatomegali.

e. Hygiene

Gejala : Penurunan kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari.

Tanda : Kebersihan baik.

f. Pernapasan

Gejala : - Napas pendek, rasa dada tertekan.

- Ketidakmampuan untuk bernapas.

- Bentuk menetap oleh produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun.

- Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini, meskipun dapat menjadi produktif.

- Riwayat pnemonia berulang.

- Faktor keluarga dan keturunan.

Tanda : Pernapasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang/mendengkur napas bibir.

Bunyi napas mungkin redup dan ekspirasi menyebar, lebut atau krekels lembab kasar, ronhi, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dada kemungkinan selama inspirasi berlasung sampai penurunan atau ada bunyi.

Perkusi : Hipersonar pada area paru, bunyi pekak pada area paru, (seperti konsolidasi, cairan mukosa).

Warna : Pucat dan sianosis bibir dan dasar kuku abu-abu keseluruhan.

g. Keamanan

Gejala : - Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.

- Adanya / berulangnya infeksi.

- Kemarahan / berkeringat.

h. Seksualitas

Gejala : Penurunan Libido

i. Interaksi sosial

Gejala : - Hubungan ketergantungan

- Kurang sistem dukungan.

- Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat.

- Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.

Tanda : - Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena distress pernapasan.

- Keterbatasan mobilitas fisik.

- Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.

j. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : - Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan

- Kesulitan menghentikan rokok.

- Kegagalan untuk membaik.

2. Diagnosa Keprawatan

1) Nyeri b/d dada tertekan ditandai dengan klien tampak keletihan, klien tampak lemah, gelisah dan insomni.

Gejalanya yaitu klien mengalami sesak napas, kurang nafsu makan, mual/muntah dan tidur terganggu.

2) Anseitas b/d takut menderita, kesulitan bernapas, takut serangan berulang.

Bersihan jalan napas b/d sekresi mukus yang berlebihan, bronchospasme.

3) Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspasi paru.

4) Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d dispenea, kelemahan, anoreksia, mual/muntah.

5) Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya suplai oksigen dan kerusakan alveoli.

6) Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak ada kekuatannya terhadap emmonitas.

7) Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang penyakitnya.

Data Subjektif (DS)

1) Klien mengatakan batuk berlendir

2) Klien mengeluh sesak napas

3) Klien mengatakan sesak hingga mengalami susah tidur

4) Klien mengatakan alergi pada cuaca dingin

5) Klien mengatakan badannya lemah dan letih

6) Klien mengatakan lebih sering batuk dimalam hari

7) Klien mengeluhkan pusing

8) Klien mengatakan ingin cepat sembuh

9) Klien mengatakan kurang pengetahuan tentang penyakitnya.

Data Objektif ( DO )

1) Klien tampak batuk dan berlendir

2) Klien tampak sesak

3) Terdapat bunyi napas tambahan yaitu mengi ( wheezing )

4) Kongjungtiva tampak onemic

5) Bunyi nafas bronchovesikuler

6) Klien tampak gelisah dan cemas

7) Klien tampak kering

8) Klien retraksi dinding dada

9) Klien sering bertanya tentang penyakitnya

10) Kulit dan gigi klien tampak kotor

Tujuan

1) Jalan napas efektif dengan kriteria :

a) Klien dapat batuk efektif

b) Klien tidak mengeluh sesak

c) Tidak ada pernapasan cuping hidung

d) Jalan napas bersih atau tidak ada wheezing

2) Anseitas teratasi ( hilang atau berkurang ) dengan kriteria :

a) Klien mengungkapkan perasaan cemas / kuatir, berkurang / hilang

b) Ekspresi wajah ril, rileks

c) TTV dalam batas normal

3) Pola napas efektif, dengan kriteria :

a) Frekuensi pernapasan normal

b) Irama pernapasan teratur

c) Kedalaman pernapasan teratur

d) Dispenea berkurang.

4) Pengetahuan klien bertambah, dengan kriteria :

Klien mendemonstrasikan pengetahuan tentang penatalaksanaan perawatan.

Intervensi

1) Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas tambahan seperti, mengi, renchi, krekels.

Ø derajat spasme bronnkhus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan adanya bunyi tanbahan seperti penyebaran, krekels basah, bunyi nafas redup, dan ekspirasi mengi atau tidak ada bunyi nafas.

2) Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi ekspirasi.

Ø Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat di temukan pada penerimaan selama sesi / adanya proses infeksi akut pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.

3) Catat adanya dispenea, gelisah, ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.

Ø disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di Rumah sakit.

4) Rubah posisi yang nyaman seperti : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.

Ø peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsipernafasan dengan menggunakan gravitasi.

5) Pertahankan polusi lingkungan minimum seperti : debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan individu.

Ø Pencetus tipe alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.

6) Bantu latihan nafas abdomen dan bibir

Ø Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.

7) Observasi karaktekristik batuk seperti : menetap, batuk pendek, dan basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan batuk.

Ø Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia. sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi batuk tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.

8) ingkatkan masukkan cairan sampai 3000 ml/hr sesuai toleransi jantung, memberikan air hangat.

Ø Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret mempermudah pengeluaran, dan penggunaan cairan dapat menurunkan spasme bronkus.

9) Kolaborasi penatalaksanaan pemberian bronkodilator.

Ø Bronkodilator dapat merilekskan otot halus dan kongsti lokal, menurunkan, spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.

b. Kurang pengetahuan

1) Kurangnya informasi mengenai penyakit, b/d klien belum mengerti

tentang penyakitnya

2) Kurangnya pengetahuan klien, b/d seringnya bertanya tentang penyakitnya.

3) Kecemasan klien meningkat, b/d kurangnya informasi ditandai

dengan klien berharap lekas sembuh serta klien tampak gelisah.

Tujuan

1) Klien memahami dan mengerti tentang proses penyakitnya

2) Kecemasan klien berkurang, dengan kriteria :

a) Klien memahami penyakitnya

b) Klien tampak tenang

3) Pengetahuan klien bertambah, dengan kriteia :

Klien mendemonstasikan pengetahuan tentang penatalaksanaan perawatan.

3. Implamentasi

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari tahap perencanaan keperawatan yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Implamentasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.

a. Secara ketergantungan

Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim perawat

atau tim kesehatan lainnya, misalnya dalam hal :

1. Pemberian obat sesuai intruksi doktr

2. Pemberian infus merupakan tanggung jawab perawat kapan infus

terpasang

b. Secara Rujuk ( Dependent )

Merupakan tindakan keperawatan atas dasar rujukan dengan profesi lain

c. Secara Mandiri

Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu

klien dalam mengatasi masalah atau menanggapi reaksi karena adanya

stressor ( penyakit ). misalnya :

1) Memberikan dorongan kepada klien agar tidak merasa cemas dan

gelisah

2) Menciptakan lingkungan teraeutik dan aman

4. Evaluasi

a. Klien mempertahankan bersihan jalan nafas dengan kriteria :

1) Klien tidak sesak

2) Klien tidak batuk

3) Jalan nafas bersih

b. Klien mempertahankan nutrisi yang adekoat

c. Pemenuhan istrahat terpenuhi, dengan kriteria :

1) Klien tidak tidak terbangun waktu tidur

2) Klien tidak lemah

3) Klien tidak sesak napas

d. Personal hygiene terpenuhi, dengan kriteria :

1) Klien sudah mengatakan sudah mandi

2) Klien tampak bersih

3) Klien tampak segar

e. Klien bersedia mendengarkan dan menerima segala tindakan keperawatan dan nasehat bila klien sudah pulang.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masalah diagnosa yang muncul dalam teori adalah :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan produksi secret.

2. Gangguan pertukaran gas b/d kurang suplai oksigen dan kerusakan alveoli

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d disponea,kelemahan,aneroksia, mual/

muntah.

4. Gangguan pola tidur b/d sesak nafas

5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakitnya

6. Kecemasan teratasi karena klien bersedia mendengarkan dan menerima segala tindakan serta bersedia mengungkapkan perasaannya.

7. Perencanaan keperawatan Asthma Bronchiale disusun berdasarkan diagnosa keperawatan dengan berpedoman pada teori dan tetap memperhatikan kondisi klien.

8. Pelaksanaan rencana keperawatan dengan rencana keperawatan dengan mencatat waktu pelaksanaan dan respon klien.

B. Saran

1. Penulis

Agar memperoleh data yang akurat, maka diharapkan para tenaga perawat melakukan pengkajian keperawatan menggunakan berbagai sumber informasi dengan tehnik observasi.

2. Institusi

a. Diharapkan kepada perawat dalam menetapkan rencana tindakan disesuaikan dengan kebutuhan klien sehingga implementasi dapat terlaksana dengan baik.

3. Klien dan keluarga

a. Diharapkan kepada perawat dan anggota kesehatan lainnya agar melanjutkan rencana keperawatan klien dan memodifikasi sesuai dengan kondisi klien.

b. Perawat diharapkan agar dalam menerapkan diagnosa keperawatan, selalu memperhatikan respon klien terhadap masalah kesehatan melalui pengkajian bio-psiko-spiritual.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, ( edisi 8, Volume 1) Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Doenges, Marilyinn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pedokumen tasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), Penerbit Buku Kedokteran EGD, Jakarta.

http : // www.info-sehat.com/content.php? S-Sid.:297.

http : // www.info-sehat.com/content.php? S-Sid.:850.

Stevens, P.J.M. (1999), Ilmu Keperawatan, (Edisi 2, Jilid 2), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Sjaifoollah, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, (Edisi 3, Jilid 11), FKUI, Jakarta.

2 komentar: