BAB II
PEMBAHASAN
1. KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Distosia didefenisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau abnormal, yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor persalinan dengan lima factor persalinan. Setiap keadaan berikut dapat menyebabkan
distosia :
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat upaya mengedan ibu
2. Perubahan struktur pelvis ( jalan lahir / passage )
3. Sebab – sebab pada janin , meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi besar, dan jumlah bayi
4. Posisi Ibu selama persalinan dan melahirkan.
5. Respon Psikologis Ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, persiapan, budaya dan warisanya, serta system pendukung.
Kelima factor ini bersifat independent. Dalam mengkaji pola persalinan abnormal wanita, seorang perawat mempertimbangkan interaksi kelima factor ini dan bagaimana kelima factor tersebut mempengaruhi proses persalinan. Distisia diduga terjadi jika kecepatan dilatasi sirviks,penurunan dan pengeluaran (ekspulasi) janin tidak menunjukkan kemajuan, atau jika krakteristik kontraksi uterus menunjukkan perubahan.
B. ETIOLOGI
1. Perasalinan disfungsional
Dijelaskan sebagai kontraksi uterus tidak normal yang menghambat kemajuan dilatasi serviks normal, kemajuan pendataran atau kemajuan penurunan
Disfungsi kontraki uterus lebih jauh dapat dilakukan sebagai disfungsi kontraksi uterus primer dan sekunder. Wanita yang mengalami persalinan dispungsi primer eringkalo adalah cemas jika pertama kali mengalami kontraksi yang nyeri. Intensitas kontraksi ini berbedah diluar proporsi dan tidak menyebabkan dilatasi atau pendataran. Kontraksi ini biasanya terjadi pada fase latendan biasanya tidak terkordinasi yang sering sering terjadi
Wanita yang mengalami disfungsi uterus hipertonik akan merasa letih dan mengeluh bahwa ia kehilangan control akibat nyeri yang intensif dan persalinannya tidak mengalami kemajuan. Penatalaksanaan disfungsi uterus primer dilakukan melalui upaya istrahat traupetik. Upaya ini dilakukan melalui pemberian analgesic yang efektif untuk mengurangi nyeri dan menyebabkan wanita tertidur. Sering kali wanita ini akan terbangun dengan aktifitas uterus normal. Tipe disfungsi uterus yang kedua dan yang lebih umum ialah inersia uterus sekunder atau disfungsi uterus hipotonik. Wanita, baik yang baru pertama kali hamil atau hamil yang kedua kali atau seterusnya. Pada mulanya mengalami kemajuan kontraksi yang normal sampai pada fase aktif persalinan, kemudian kontraksi menjadi lemah dan tidak efisien atau berhenti. Uterus dapat ditekan dengan mudah . maka pada puncak kontraksi. Disproporsi sefalopelvis dan malposisi merupakan penyebab yang paling umum. Wanita yang mengalami disfungsi uterus hipotonik, dapat mengalami kelelhan dan beresiko mengalami infeksi.
2. Perubahan struktur serviks
Distosia Pelvis
Distosia pelvis dapat menyertai terjadinya kontraktur diameter pelvis yang mengurangi kapasitas tulang pelvis, termasuk pintu alas panggul ( pelvic inlet ), panggul tengah ( mid pelvic). Pintu bawah panggul ( pelvic outlet ) atau setiap kombinasi tulang tulang tersebut. Kontraktur pelvis dapat disebabkan kelainan konginital, malnutrisi ibu, neoplasma, dan gangguan spinal bagian bawah ( lower disfinal disorder ). Ukuran pelviks yang tidak matur merupakan factor predisposisi bagi para ibu remaja untuk mengalami distosia pelvis. Defornitas pelvis dapat terjadi akibat kecelakaan mobil atau kecelakaan lain.
Distosia jaringan lunak
Distosia jaringan lunak terjadi akibat opstruksi jalan lahir oleh kelainan anatomi selain kelainan pada tulang pelvis. Abstruksi bisa terjadi karna plasenta periferia ( plasenta terletak rendah ) yang sebagian atau seluruhnya menutup oustium internal pada serviks penyebab lain, seperti laiomiomia ( hibroid uterus ) disegmen bawah uterus tumor ovarium, dan kandung kemih atau rectum penuh dapat mencegah janin masuk kedalam pelvis. Kadan kadang terjadi edema servis selama persalinan waktu servis terjepit antara bagian terendah sinfisis, sehingga mencegah dilataasi lengkap.
3. Sebab Pada janin
Distosia yang berasal dari janin bisa disebabkan oleh anomaly, ukuran bayi yang berlebihan dan malperesentase, malposisi, atau kehamilan kembar. Komplikasi yang berhubungan distosia yang berasal dari janin meliputi resiko afiksia neonatal, cidera atau peraktur pada janin dan laserasi vagina pada ibu. Meskipun ibu dapat melahirkan pervaginam, distosia pada janin sering kali dapat menyebabkan kelahiran dengan porsep rendah, ekstraksi vakum, atau sesaria.
4. Posisi ibu
Hubungan fungsional antara kontraksi uterus, janin, dan panggul Ibu beubah akibat perubahan posisi ibu. Selain itu, pengaturan posisi dapat member keuntungan atau kerugian mekanis terhadap mekanisme persalinan dengan mengubah efek gravitasi dan hubungan antara bagian – bagian tubuh yang penting bagi kemajuan persalinan ( Gilbert, Harmon 1993 ). Terhambatnya gerakan maternal atau pembatasan persalinan terhadap posisi rekumben atau litotomi bisa mengganggu persalinan. Insiden Distosia meningkat, menyebabkan kebutuhan untuk melakukan augmentasi persalinan, pengunaan forsep, ekstraksi vakum, dan kelahiran sesaria meningkat ( Adrews, Chrzanowski, 1990 ).
5. Respon psikologis
Hormone yang dilepas sebagai respon terhadap stess dapat menyebabkan distosia. Sumber stress bervariasi terhadap setiap individu, tetapi nyeri dan tidak adanya pendukung merupakan dua factor yang mempengaruhi. Tirah baring dan pembatasan gerak ibu menambah stress psikologis yang berpotensi menambah stress fisiologis akibat imobilisasi pada wanita bersalin yang tidak mendapat pengobatan. Apabila rasa cemas berlebihan, hal ini dapat menghambat dilatasiserviks normal, mengakibatkan partus lama dan meningkat persepsi nyeri. Cemas juga menyebabkan kaar hormon yang berhubungan dengan stes meningkat. Efek kadar hormon yang tinggi dalam menghambat persalinan telah didokumentasi dengan baik ( Simkin, 1986 ) dan dapat dikaitkan dengan pola persalinan distosia ( Liu, 1989 )
C. POLA PERSALINAN ABNORMAL
Pola persalinan abnormal terjadi pada 8 % kehamilan dengan insiden tertinggi di antara para wanita multi para ( Friedman, 1989 ). Pola – pola ini muncul akibat berbagai penyebab yang telah diuraikan sebelumnya ( kontraksi uterus yang tidak efektif, kontraksi pelvis disproporsi, sepalopelvis, presentasi posisi janin yang abnormal, penggunaan analgesik yang dini, konduksi anestesi dan ansietas serta stres. Kemajuan pada kala satu dan kala dua persalinan dapat memanjang ( menghambat ) atau berhenti.
Enam pola persalinan abnormal telah diidentiikasi dan dideklafikasi oleh Friedman ( 1898 ) berdasarkan dilatasi serviks dan penurunan janin.
Fase laten lama ialah fase yang berlangsung lebih dari 20 jam atau lebih lama pada wanita nulipara dan 14 jam atau lebih pada wanita multipara. Fase aktif persalinan yang menjadi kompleks.
Dalam fase aktif memanjang / melambat, dilatasi serviks dari 1,2 cm / jam pada wanita nulihpara dan kurang dari 1,5 cm / jam pada wanita multipara. Pengertian pada fase aktif ditetapkan bila wanita nulipara dan multipara tidak menunjukkan kemajuan selama lebih dari 2 jam
Pola penurunan memenjang ialah pola dimana kecepatan penurunan kurang dari 1 cm /jam pada wanita nulipara dan kurang dari 2 cm/jam pada wanita multipara.
Berhentinya penurunan ( arrest descent ) adalah keaadan dimana tidak ada kemajuan lebih dari 1 jam, baik pada wanita nulipara dan multipara.
Kegagalan penurunan (failure descent ) ialah keadaan dimana tidak terjadi penurunan bagian terendah ( janin ) selama fase deseleresasi dan kala 2. Mortalitas meningkat tajam setelah 15 jam kala 1 fase aktif persalinan. Morbidilitas dan mortalitas maternal bisa terjadi akibat luptur uterus, infeksi, dehidrasi berat, dan perdarahan pasca partum. Persalinan yang sulit dan lama juga dapat mengakibatkan efek psikologis yang berlawanan pada ibu, ayah dan keluarga. Penatalaksanaan persalinan bergantung kepada penyebab dan bisa dilakukan dengan member istirahat terauptik, augmentasi dengan auksotoksin,nkelahiran forsep, ekstraksi vakum, dan kelahiran sesaria ( bows, 1989 )
Partus prestipulus ialah persalinan yang berlangsung kurang dari tiga jam sejak awitan kontraksi. Konrtaksi uterus hipertonik bisa terjadi pada partus presipatusn, yang ditandai dengan kontraksi tetanik. Karena persalinannya cepat, komplikasi pada ibu dan janin dapat terjadi. Komplikasi pada ibu meliputi ruptur uterus, laserasi jalan lahir, emboli cairan ketuban, dan perdarahan pasca partum. Komplikasi pada janin meliputi hipoksia akibat penurunan periode relaksasi uterus diantara kontraksi dan perdarahan intrakranial akibat kelahiran yang cepat
( Cunningham, dkk., 1993 )
2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian risiko merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Lihat kembali wawancara awal yang dilakukan pada waktu wanita tersebut masuk kamar bersalinan, dan pengawasan respon psikologis terhadap persalinan selanjutnya akan menunjukan faktor – fakor yang dapat menyebabkan disfungsi persalinan, misalnya, rasa cemas atau takut, adanya komplikasi terhadap kehamilan, atau komplikasi persalinannya sebelumnya. Data awal pengkajian fisik dan pengkajian selanjutmya member informasi tentang frekuensi, lama, dan intensitas kontraksi uterus, status serviks, denyut jantung janin, presentasi dan stasiun janin, serta status membran. Data laboratorium, seperti pH kulit , dapat mengidentifikasi distress janin, hasil ultrasonografi dapat mengidentifikasi masalah janin atau pungggul ibu. Seluruh pengkajian ini membantu identifikasi akurat diagnosa keperawatan yang potensial dan actual, yang berhubungan nengan distosia dan gangguan pada ibu - janin.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan bervariasi sesuai tipe distosia dan kebutuhan individual wanita dan keluarganya. Diagnose keperawatan yang potensial dan aktual, yang dapat diidentifikasi pada wanita yang mangalami distosia ialah sebagai berikut :
Ansietas yang berhungan dengan tidak adnya kemajuan, perasaan gagal
Resiko tinggi cedera janin yang berhungan dengan hipoksia
Resiko tinggi cedera janin yang berhungan dengan hipoksia
C. PERENCANAAN
Ansietas yang berhungan dengan tidak adnya kemajuan, perasaan gagal
Tujuan :
• Rasa cemas akan berkurang atau diatasi
Intervensi :
• memberi dorongan ; tetap menginformasikan kemajuan
• memberi informasi tentang presedur
• Mendorong klien untuk mengungkapakan perasaannya
Rasionalnya :
• Tindakan menenangkan dan memberi informasi dapat mengurangi rasa cemas
• Meningkatkan pemahaman
• Hal ini bisa menngkatkan perasaan klien dalam mengontrol situai
Evaluasi :
• Klien mengemukakan bahwa ia memahami alasan tindakan dan rasa cemas berkurang
Resiko tinggi cedera janin yang berhungan dengan hipoksia
Tujuan :
• Status janin yang meragukan tidak akan terjadi dan bayi akan lahir dengan selamat
Intervensi :
• Mengkaji reaksi denyut jantung terhadap kontraksi untuk mendeteksi deselerasi atau bradikardia
Rasional :
• Pengkajian akan menentukan kesejahteraan janin hipoksia dicegah atau diatasi
Evaluasi :
• Apabila status janin meragukan dilakukan sesaria.
Nyeri yang berhubungan dengan intensitas kontraksi uterus
Tujuan :
• Klien akan ditangani
Intervensi :
• Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
• Meninjau kembali tehnik pernapasan
• Menganjurkan perubahan posisi
• Melakukan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan
• Mengupayakan lingkungan yang tenag
• Memberi obat nyeri sesuai program
Rasional :
• Tehnik pernapasan dan relaksasi, tindakan untuk mengupayakan kenyamanan, lingkungan yang tenang, dan pemberian obat nyeri bisa mengurangi nyeri atau meningkatkan respon koping klien terhadap nyeri
Evaluasi :
Klien mengatakan bahwa nyerinya berkurang setelah member tindakan utuk mengupayakan rasa nyaman dan memberi analgesik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar