Powered By Blogger

Jumat, 23 Juli 2010

askep gout

Arthritis
Arthritis atau radang sendi merupakan istilah dari reumatik artikuler (mengenai sendi), dikenal dalam berbagai bentuk, diantaranya yang paling umum yaitu Arthritis Reumatiod, Osteoarthritis, dan Gout (arthritis pirai). Semua bentuk Arthritis bermula dengan teradangnya jaringan-jaringan halus seperti jaringan ikat, ligamen, dan tendon dekat tulang sendi. Dapat dikatakan pula bahwa Arthritis merupakan keluhan penyakit rematik yang umum pada segala usia, gejala yang sering dirasakan seseorang selama kehidupannya. Arthritis mengakibatkan rasa sakit dan membatasi gerakan penderita.
Gejala atau tanda-tanda serangan artritis secara umum yaitu :
- persendian terasa kaku dan nyeri apabila digerakan
- adanya pembengkakan pada salah satu atau beberapa persendian
- pada persendian yang sakit akan berwarna kemerah-merahan
- demam, dan kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendian.

Patofisiologi
Pada sendi synovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan. Membrane synovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan ke dalam ruangan antar tulang. Cairan synovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat. Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit reumatik. Semua penyakit reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu yang bisa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukkan pannus (proliferasi jaringan synovial). Inflamasi merupakan akibat dari respons imun. Sebaliknya pada penyakit rematik degenerative dapat terjadi proses inflamasi yang sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan suatu proses reaktif dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat pada penyakit yang lebih lanjut.
Inflamasi
Inflamasi meliputi serangkaian tahapan yang saling berkaitan. Tahap pertama merupakan kejadian pemicu dimana stimulus antigen mengaktifkan monosit dan limfosit T (sel T). selanjutnya, antibody immunoglobulin membentuk kompleks imun dengan antigen (reaksi tipe III- yang diantarai kompleks imun). Fagositosis kompleks imun akan dimulai dan menghasilkan reaksi inflamasi (pembengkakan, nyeri, dan edema pada sendi). Fagositosis akan menghasilkan zat-zat kimia seperti leukotrien prostaglandin. Leukotrien turut serta dalam menimbulkan proses inflamasi dengan menarik sel-sel darah putih lainnya ke daerah inflamasi tersebut. Prostaglandin bertindak sebagai modifier, pada sebagian kasus meningkatkan proses inflamasi dan terkandang memperlambat proses inflamasi. Leukotrien dan prostaglandin akan menghasilkan enzim kolagenase yang memecah kolagen. Pelepasan enzim-enzim ini akan menimbulkan edema, proliferasi membrane synovial, dan pembentukkan pannus, penghancuran kartilago, dan erosi tulang. Proses inflamatori imunologik dimulai dengan disampaikannya antigen pada sel T yang diikuti oleh proliferasi sel-sel T dan B (sumber pembentuk antibody). Sebagai reaksi terhadap antigen yang spesifik, sel plasma akan memproduksi dan melepaskan antibody yanga kan mengikat antigen yang bersesuaian untuk membentuk kompleks imun. Kompleks imun terbentuk dan tertimbun dalam jaringan synovial atau organ lainnya dalam tubuh, dan memicu reaksi inflamasi yang akan merusak jaringan yang terkena.
Degenerasi
Degenerasi kartilago artikuler disebabkan oleh gangguan keseimbangan fisiologi antara stress mekanis dan kemampuan jaringan sendi untuk bertahan terhadap stress tersebut. Pada stres mekanis, kartilago artikuler sangat resisten terhadap proses pengausan dalam kondisi gerakan yang berkali-kali, kendati beban benturan yang berulang akan menyebabkan kegagalan sendi pada tingkat kartilago. Ketika sendi mengalami stress mekanis yang berulang, elastisitas kapsula sendi, kartilago artikuler dan ligamentum akan berkurang. Lempeng artikuler akan menipis dan kemampuannya untuk menyerap kejutan menurun, terjadi penyempitan rongga sendi dan gangguan stabilitas.ketika lempeng artikuler lenyap, osteofit (tulang taji) akan terbentuk di bagian tepi permukaan sendi dan kapsula serta membrane synovial menebal. Kartilago sendi mengalami degenerasi serta atrofi, tulang mengeras dan mengalami hipertrofi pada permukaan sendinya dan ligament akan mengalami kalsivikasi. Akibatnya terbentuk efusi sendi yang steril dan sinovitis sekunder. Selain stress mekanis, perubahan pelumas dan imobilitas juga mempengaruhi degenerasi.
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis merupakan bentuk arthritis yang serius, disebabkan oleh peradangan kronis yang bersifat progresif, yang menyangkut persendian. Ditandai dengan sakit dan bengkak pada sendi-sendi terutama pada jari-jari tangan, pergelangan tangan, siku, dan lutut. Dalam keadaan yang parah dapat menyebabkan kerapuhan tulang sehingga menyebabkan kelainan bentuk terutama pada tangan dan jari-jari. Tanda lainnya yaitu persendian terasa kaku terutama pada pagi hari, rasa letih dan lemah, otot-otot terasa kejang, persendian terasa panas dan kelihatan merah dan mungkin mengandung cairan, sensasi rasa dingin pada kaki dan tangan yang disebabkan gangguan sirkulasi darah. Gejala ekstra-artikuler yang sering ditemui ialah demam, penurunan berat badan, mudah lelah, anemia, pembesaran limfe dan jari-jari yang pucat. Penyakit ini belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun diduga berhubungan dengan penyakit autoimmunitas. Rheumatoid arthritis lebih sering menyerang wanita daripada laki-laki. Walaupun dapat dapat meyerang segala jenis umur, namun lebih sering terjadi pada umur 30-50 tahun.
Patofisiologi arthritis rhematoid
Pada arthritis rheumatoid, reaksi autoimun terjadi dalam jaringan synovial. Proses fagosistosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membrane synovial dan akhirnya pembentukkan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degenerative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.

Penyakit sendi degenerative (osteoarthritis)
Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif kronis dari sendi-sendi. Pada penyakit ini terjadi penurunan fungsi tulang rawan terutama yang menopang sebagian dari berat badan dan seringkali pada persendian yang sering digunakan. Osteoarthritis merupakan gangguan yang umum pada usia lanjut, sering dianggap sebagai konsekuensi dari perubahan-perubahan dalam tulang dengan lanjutnya usia. Penyakit ini biasa terjadi pada umur 50 tahun ke atas dan pada orang kegemukan (obesitas), tetapi bisa juga disebabkan oleh kecelakaan persendian . Pada usia lanjut tampak dua hal yang khas, yaitu rasa sakit pada persendian dan terasa kaku jika digerakkan. Untuk tipe perawatannya : kompres hangat pada bagian yang sakit atau rendam dengan air hangat selama 15 menit. Kurangi berat badan bagi yang obesitas.
Oseteoartritis diklasifikasikan sebagai tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya. Pertambahan usia berhubungan secara langsung dengan proses degenerative dalam sendi, mengingat kemampuan kartilago artikuler untuk bertahan terhadap mikrofraktur dengan beban muatan rendah yang berulang-ulang menurun. Osteoarthritis sering dimulai pada decade ketiga dan mencapai puncaknya diantara decade kelima dan keenam (75-85 tahun).
Patofisiologi osteoartritis
Osteoartrisis dapat dianggap sebagai hasil akhir dari proses ‘aus karena pemakaian’ yang berhubungan dengan penuaan. Faktor risiko bagi osteoarthritis mencakup usia, jenis kelamin, predisposisi genetic, obesitas, stress mekanik sendi, trauma sendi, kelainan sendi atau tulang sebelumnya, riwayat penyakit inflamasi, endokrin serta metabolik. Secara mekanis, obesitas dianggap meningkatkan gaya yang melintas sendi dan menyebabkan degenerasi kartilago. Obesitas akan disertai peningkatan massa tulang subkondrium yang dapat menimbulkan kekakuan tulang sehingga tulang subkondrium menjadi kurang lentur terhadap dampak beban muatan yang akan mentransmisikan lebih besar gaya pada kartilago artikuler yang melapisi diatasnya dan dengan demikian membuat tulang tersebut lebih rentan terhadap cidera.
Penatalaksanaan pasien radang sendi

Pengkajian diagnostik:
• Artrosentesis: pemeriksaan cairan synovial dengan jarum. Normalnya cairan berwarna jernih, viskus, berwarna kuning seperti jerami dengan volume yang sedikit dan mengandung beberapa sel. Pada inflamasi sendi cairan keruh, warna kuning gelap, bisa seperti susu, mengandung sel inflamasi seperti leukosit, dan komplemen (protein plasma).
• Pemindaian tulang dan sendi
• Biopsy otot, arteri, dan kulit
• Pemeriksaan darah.

Diagnosa keperawatan:
• Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan aktivitas penyakit, keadaan mudah lelah serta keterbatasan mobilitas.
• Keletihan yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, tidur/istirahat yang tidak memadai, dekondisioning, nutrisi yang tidak memadai, stress emosional/depresi.
• Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan, keterbatasan ketahanan fisik, kurangnya atau tidak tepatnya penggunaan alat-alat ambulatory.
• Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kontraktur, keletihan dan gangguan gerak.
• Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit dan terapi.
• Koping tidak efektif yang berhubungan dengan gaya hidup atau perubahan peranan yang actual atau dirasakan.
Intervensi keperawatan:
• Meredakan nyeri dan gangguan rasa nyaman
• Mengurangi keletihan
• Meningkatkan tidur restorative
• Meningkatkan mobilitas
• Memfasilitasi perawatan mandiri
• Memperbaiki citra tubuh
Komplikasi potensial
• Menghindari komplikasi akibat obat. Obat yang digunakan pada pengobatan radang sendi (kortikosteroid) berisisko meninbulkan efek yang serius dan merugikan. Efek samping ini dapat mencakup perdarahan atau iritasi gastrointestinal, supresi sumsum tulang, keracunan pada ginjal atau hati, peningkatan insidensi infeksi, luka-luka pada mulut, ruam dan perubahan penglihatan. Tanda dan gejala lainnya adalah hematoma, gangguan pernapasan, vertigo, ikterus, urine yang berwarna gelap, tinja hitam atau berdarah, diare, mual serta vomitus, dan sakit kepala.
• Menghindari infeksi dan gagal organ dengan memantau tanda-tanda vital, tingkat kesadaran dan gejala infeksi pasien untuk mendeteksi infeksi sistemik dan lokal.

3 komentar: