Powered By Blogger

Jumat, 23 Juli 2010

cedera medulla spinalis

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Defenisi

Cedera Medulla Spinalis merupakan salah satu penyebab utama disabilitas neurologis akibat trauma. Pada kasus-kasus mielopati, pemeriksaan status neurologi lokal merupakan hal yang sangat penting. Tetapi Cedera Medulla Spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Cedera Medulla Spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/154_13Mielopatiservikaltraumatika.pdf/154_13_Mielopatiservikaltramatika.html)

2. Etiologi

Cedera Medulla Spinalis merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh trauma akibat kecelakaan/benturan pada kepala tertentu. (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/154_13_Mielopatiservikaltraumatika.pdf/154_13_Mielopatiservikaltraumatika.html).

3. Manifestasi Klinis

a. Tanda

1. Penderita kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari jarak tertentu atau cedera di atas clavikula.

2. Ekstremitas Flasid tanpa tonus atau reaksi terhadap rangsangan nyeri.

3.Gerakan dada saat bernapas lemah, bila otot leher berkontraksi pada saat inspirasi, curigai adanya trauma cervical.

4. Wajah meringis (grimaces) pada rangsangan nyeri di atas clavikula, hilang pada rangsangan bawah puting susu.

5. Hypotensi tanpa adanya pendarahan.

(Asuhan Keperawatan Sistem Persarafan).

b. Gejala

1. Parastesia bila kulit diraba, atau adanya sensasi terasa ditusuk jarum atau paku.

2. Lesi pada daerah leher dan lumbal dapat memberikan gambaran mengacaukan.

3. Lesi vertebra cervical V1,=> lengan bawah dapat terfleksi di atas dada, karena otot biceps dapat berkontraksi dan triceps tidak.

4. Lesi setinggi L3 => fleksi panggul baik, tetapi tidak dapat menggerakkan kaki atau jari-jarinya.

5. Nyeri di atas vertebra yang rusak, radiks saraf keluar diantara vertebra sebelah atas.

6. Trauma Medulla Spinalis yang mengakibatkan kehilangan total fungsi saraf => Syok Spinal, dengan tanda : tidak dapat menggerakkan ekstremitas, tidak ada kerja refleks, tidak ada sensasi serta tekanan darah rendah dan mungkin denyut nadi lambat atau normal.

7. Lesi pada bagian bawah cervical:

> Otot interkostalis paralysis, sehingga pernapasan dilakukan oleh diafragma.

> Fungsi VU dam rectum hilang.

> Pada laki-laki dapat mengalami ereksi.

> Kemampuan berkeringat dan menggigil hilang yang dapat mengganggu pengaturan suhu badan.

> Bila syok spinal di atas C-IV => paralysis diafragma, bila ada gangguan pernapasan => anoxia serebri —> atasi dengan resusitasi.

> Cedera Medulla Spinalis sentral => merupakan syndrom MS yang terutama terjadi pada trauma leher, terkhusus penderita arthritis vertebra cervikalis yang lanjut.

(Asuhan Keperawatan Sistem Persarafan).

  1. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi


b. Fisiologi

1. Bedah Diskus

Bedah Diskus atau Laminektomi adalah eksisi akrus vertebra posterior dan umumnya dilakukan pada trauma kolumna spinalis atau untuk menghilangkan tekanan atau nyeri akibat HNP. Prosedur ini dapat dilakukan dengan atau tanpa fusi vertebra.

2. Fraktur

Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang-tulang.

3. Pneumonia

Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian alveoli dengan cairan. Penyebabnya termasuk berbagai agen infeksi, iritan kimia, dan terapi radiasi. Rencana perawatan ini sesuai dengan pneumonia bakterial dan virus, seperti: Pneumoccocial Pneumonia, Pneumocystis Carinni, Haemofilus Influenza, Mioplasma, dan Gram-Negatif.

4. Embolisme Pulmonal (EP)

Meskipun Ep merupakan komplikasi umum relatif pada pasien yang dirawat di rumah sakit tetapi seringkali tidak terdiagnosa.

Meskipun pada Ep berat,salah, yang menghambat sedikitnya 50% arteri pulmonal, tanda dan gejala tidak jelas benar karena Ep sulit dipahami dan memerlukan respons cepat, penting mengambil langkah untuk mencegah kekambuhannya.

5. Tromboflebitis ( Trombosis Vena Dalam )

Tromboflebitis adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam vena sekunder akibat inflamasi/trauma dinding vena atau karena abstruksi vena sebagian.

6. Pendarahan Gastrointestinal Atas/Esofagus.

Pendarahan luka duodenal adalah penyebab paling sering pada pendarahan hebat Gastrointestinal (GI) bagian atas, tetapi pendarahan juga dapat terjadi karena luka gaster, gastritis, dan varises esofagus. Dapat juga terjadi pada penderita luka bakar, trauma/bedah mayor atau penyakit sistemik.

(Rencana Asuhan Keperawatan).

  1. Patofisiologi

Penyebab utama cedera medulla spinalis yaitu trauma yang bisa menyebabkan cedera antara lain: bedah diskus, fraktur, pneumonia, embolisme pulmonal, trombo flebitis, dan pendarahan gastro intestinal atas/esofagus.

Pada bedah diskus, yang dipengaruhi akibat cedera medulla spinalis yaitu akrus vertebra posterior. Sedangkan pada fraktur, yang dipengaruhi adalah tulang yang mengalami trauma. Pada pneumonia yaitu terjadi inflamasi parenkim paru dan biasanya berhubungan dengan pengisian alveoli denga cairan serta dapat menyebabkan infeksi. Pada embolisme pulmonal (Ep) yang dipengaruhi yaitu terhambambatnya 50% arteri pulmonal dan terjadi bekuan dalam vena sekunder akibat inflamasi/traima dinding vena yang disebut dengan tromboflebitis. Serta pendarahan gastrointestinal atas/esofagus yang biasanya menyebabkan pendarahan hebat karena adanya luka, dan sebagainya.

6. Klasifikasi

Lesi Medulla Spinalis diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Komplet : kehilangan sensasi dan fungsi motorik vulonter total.

2. Tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan fungsi motorik volunter.

( Rencana Asuhan Keperawatan).

7. Diagnosa Penunjang

a. Diagnosa Radiologik/Ronsen

Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan meliputi pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3 posisi standar ( anteroposterior, lateral, odontoid ) untuk vertebra servikal, dan posisi AP serta lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI sangat dianjurkan. (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/154_13_Mielopatiservikaltraumatika.pdf/154_13_Mielopatiservikaltrumatika.html).

8. Penatalaksanaan

a. Bila diperkirakan mengalami cedera vertebra, angkut dari kendaraan dengan menggunakan ”Spina Board Pendek”, spina board panjang saat transport dengan imobilisasi kepala dengan bantal pasir dan plester.

b. Sokong pernapasan, tindakan intubasi sukar dilakukan pada cedera leher Ok vertebra cervikalis tidak bisa dihyperekstensikan dengan aman kecuali gawat pernapasan

c. Muntah à penyulit intubasi bila hal ini terjadi dan jalan napas adekuat pasang NST à lakukan ispirasi isi lsmbung untuk menyokong pergerakan diafragma yang efisien

d. Gambaran Syok spinal adalah hipotensi, bradikardi, pucat dan berkeringat

e. Anoksia otak => penderita gelisah dan bahkan dapat menjadi koma / mungkin dilatasi pupil tetap .

f. Suntikan NEOSYNEPHRINE 1 % IV menaikkan BP yang dapat membuat penderita menjadi sadar. Kontra indikasi à penderita hypertensi karena pendarahan.

g. Bila nyeri à analgetik.

( Asuhan Keperawatan Sistem Persarafan ).

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Aktivitas/Istirahat

* Tanda : Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal) pada / di bawah lesi. Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf.

b. Sirkulasi

* Gejala : Berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi atau bergerak.

* Tanda : Hypotensi, hypotensi postural, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.

c. Eliminasi

* Tanda : Inkontinensia defekasi dan berkemih.

Retensi urine. Distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melana, emesis berwarna seperti kopitanah /hematemesis

d. Integritas Ego

* Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.

* Tanda : takut, cemas, gelisah, menarik diri.

e. Makanan / cairan

* Tanda : Mengalami sistensi abdomen, pristaltik usus hilang(ileus paralitik ).

f. Higiene

* Tanda : Sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (bervariasi).

g. Neurosensori

* Gejala : Kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flaksid / spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, tergantung pada area spinal yang sakit.

* Tanda : Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal).

Kehilangan sensasi (derajat berfariasi dapat kembali normal setelah syok spinal sembuh).

Kehilangan tonus/vosomotor.

Kehilangan refleks / refleks asimetris termasuk tanda dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat dari bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.

h. Nyeri / kenyamanan

* Gejala : Nyeri/nyeri tekan otot, hiperestesia tepat di atas daerah trauma.

* Tanda : Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.

i. Pernapasan

* Gejala : Napas pendek, ”lapar udara”, sulit bernapas.

* Tanda : Pernapasan dangkal/laboret, periode opnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.

j. Keamanan

* Gejala : Suhu yang berfluktuasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar)

k. Seksualitas

* Gejala : Keinginan untuk kembali seperti fungsi normal.

* Tanda : Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.

l. Penyuluhan /Pembelajaran

* Pertimbangan : DRG menunjukkan rata-rata lama perawatan : 7,6 hari.

Rencana Pemulangan :

” Akan memerlukan bantuan dalam transportasi, berbelanja, menyiapkan makanan, perawatan diri, keuangan, pengobatan/terapi atau tugas sehari-hari di rumah.

Membutuhkan perubahan susunan rumah, penempatan alat di tempat rehabilitasi”.

m. Pemeriksaan Diagnostik

Sinar X spinal : Menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur,dislokasi), untuk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.

( Rencana Asuhan Keperawatan).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pola napas tidak efektif .

- Gangguan rasa nyeri ditandai dengan kerusakan persarafan dari diafragma, kehilangan komplet atau campuran dari fungsi otot interkostal, dan refleks spasma abdominal; distensi gastrik

- Tujuan: mempertahankan ventilasi adekuat dibuktikan oleh tidak adanya distres pernapasan dan GDA dalam batas yang dapat diterima serta mendemonstrasikan perilaku yang tepat untuk mendukung upaya pernapasan.

INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri

Pertahankan jalan napas: posisi kepala dalam posisi netral, tinggikan sedikit kepala tempat tidur jika dapat ditoleransi pasien; gunakan tambahan/beri jalan napas buatan jika ada indikasi.

Lakukan pengisapan bila perlu. Catat jumlah, jenis, dan karakteristik sekresi.

Uskultasi suara napas. Catat bagian-bagian paru yang bunyinya menurun atau tidak ada atau adanya suara napas alventisius (ronki, mengi, krekels).

Catat kemampuan (kekuatan) dan keefektifan dari fungsi batuk.

Observasi warna kulit: adanya sianosis, keabu-abuan.

Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot.

Anjurkan pasien untuk minum (minimal 2000 ml/hari).

Gali/pertanyakan mengenai alat-alat ventilasi mekanik.

Pantau gerakan diafragma jika alat pacu frenik telah dipasang.

Kolaborasi

Lakukan pengukuran/buat grafik terhadap:

Kapasitas vital, volume tidal, kekuatan pernapasan.

Analisa gas darah arteri dan nadi oksimetri.

Berikan oksigen dengan cara yang tepat seperti dengan kanul oksigen, masker, intubasi dan sebagainya.

Rujuk/konsultasikan dengan para ahli terapi pernapasan dan fisik.

Bantu dengan fisioterapi dada (seperti perkusi dada) dan gunakan alat-alat bantu pernapasan seperti spirometri, botol tiup dan sebagainya.

Pasien dengan trauma servikal bagian atas gangguan muntah/batuk akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/mempertahankan jalan napas.

Jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, meningkatkan distribusi udara, dan mengurangi resikoinfeksi pernapasan.

Hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi/atelektasis atau pneumonia (komplikasi yang sering terjadi).

Letak trauma menentukan fungsi otot-otot interkostal, atau kemampuan untuk batuk spontan/mengeluarkan sekret.

Menggambarkan akan terjadinya gagal napas yang memerlukan evaluasi dan intervensi medis dengan segera.

Perasaan penuh pada abdomen dapat menggambarkan adanya kelainan pada diafragma, penurunan ekspansi paru, dan penurunan ekspansi paru lebih lanjut.

Membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret/sebagai ekspektoran.

Menyatakan keadaan/situasi yang ada/nyata.

Stimulasi pada saraf frenikus meningkatkan usaha pernapasan, mengurangi ketergantungan pada ventilatio mekanik.

Menentukan fungsi otot-otot pernapasan.

Menyatakan keadaan ventilasi atau oksigenasi.

Metode yang akan dipilih tergantung dari lokasi trauma, keadaan insufisiensi pernapasan, dan banyaknya fungsi otot pernapasan yang sembuh setelah fase syok spinal.

Membantu dalam mengidentifikasi latihan-latihan yang tepat untuk menstimulasi dan menguatkan otot-otot pernapasan/tenaga.

Mencegah sekret tertahan dan perlu untuk memaksimalkan difusi udara dan mengurangi resiko terjadinya pneumonia.

b. Trauma (Cedera Medulla Spinalais tambahan).

- Gangguan rasa nyeri ditandai dengan kelemahan temporer/ketidakstabilan kolumna spinalas.

- Tujuan: Mempertahankan kesejajaran yang tepat dari spinal tanpa cedera medulla spinalis lanjut.

INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri

Pertahankn tirah baring dan alat-alat imobilisasi seperti traksi, halo brace, kollar lehr, bantal pasir dan sebagainya.

Periksa alat traksi skeletal untuk meyakinkan bahwa kerangkanya aman, katrolnya lurus, pemberat tergantung bebas.

Periksa pemberat untuk menarik traksi (biasanya 10-20 pon).

Tinggikan bagian atas dari kerangka traksi atau tempat tidur jika diperlukan.

Kolaborasi

Pertahankan traksi skeletal dengan tang/jepitan, jangka lengkung, atau halo jika diperlukan.

Siapkan pasien untuk tindakan operasi, seperti laminektomi spinal atau fusi spinal jika diperlukan.

Menjaga kestabilan dari kolumna vertebra dan membantu proses penyembuhan.

Sangat diperlukan untuk pemeliharaan traksi untuk reduksi dan stabilisasi dari kolumna vertebra dan mencegah trauma saraf spinal.

Pemberat tergantung pada berat pasien dan besarnya reduksi yang diperlukan untuk mempertahankan posisi kolumna vertebralis.

Membuat keseimbangan untuk mempertahankan posisi pasien dan tarikan traksi.

Mengurangi fraktur/dislokasi vertebra.

Operasi mungkin diperlukan pada kompresi spinal atau adanya pemindahan fragmen-fragmen tulang yang fraktur.

c. Nyeri

- Gangguan rasa nyeri ditandai dengan adanya cadara psikis.

-Tujuan:Melaporkan penurunan rasa nyeri/ketidaknyamanan, mengidentifikasi cara-cara untuk mengatasi nyeri, serta mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai kebutuhan individu.

INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri

Kaji terhadap adanya nyeri. bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menghitung nyeri, mis. Lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0-10.

Evaluasi peningkatan iritabilitas, tegangan otot, gelisah, perubahan tanda vital yang tidak dapat dijelaskan.

Kolaborasi

Berikan obat sesuai indikasi: relaksan otot, mis. Dantren (dantrium); analgesik; antiansietas, mis. Diazepam (valium).

Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera.

Petunjuk nonverbal dari nyeri/ketidaknyamanan memerlukan intervensi.

Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme/nyeri otot atau untuk menghilangkan ansietas dan meningkatkan istirahat.

3. Implementasi

Implementasi yang dimaksud di sini adalah dari intervensi yang telah yang di buat. Adapun intervensi tersebut harus akurat dan nyata. Intervensi-intervensi yang dibuat seperti mengkaji, memberi informasi, mendiskusikan efek yang di alami oleh klien serta menganjurkan klien menghindari hal-hal yang dapat mengganggu kesehatan klien.

4. Evaluasi

a. Fungsi pernafasan adekuat sesuai kebutuhan individu.

b. Trauma spinal dapat dikurangi atau stabil.

c. Komplikasi dapat dicegah atau dikontrol.

d. Kebutuhan kebersihan diri/keperawatan diri terpenuhi secara mandiri atau dengan bantuan tergantung pada keadaan.

e. Pasien mulai menerima kenyataan yang ada atau membuat rencana untuk kehidupan dimasa selanjutnya.

f. Keadaan penyakit, prognosis, obat-obatan atau komplikasi yang mungkin terjadi dapat dipahami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar